Senin, 10 Oktober 2016

KAWASAN KONSERVASI HUTAN MANGROVE BERBASIS EKOWISATA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi mulai dari keanekaragaman tingkat gen, spesies, maupun ekosistemnya. Salah satu keanekaragaman di tingkast ekosistem yaitu ekosistem wilayah pesisir pantai yang memiliki karakter unik dan khas karena merupakan pertemuan antara ekosistem daratan dan ekosistem lautan. Ekosistem pesisir juga memiliki potensi kekayaan hayati baik dari segi biologi, ekonomi bahkan pariwisata. ekosistem tersebut yang memiliki potensi tersebut yaitu hutan mangrove.
Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta hektar dan merupakan  terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua (Spalding et al., 2010). Tetapi keadaan hutan mangrove saat ini telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal mangrove berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik. Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami.
Menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial berdasarkan data tahun 1999, luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar dan 5,30 juta hektar diantaranya dalam kondisi rusak. Kerusakan tersebut disebabkan oleh konversi mangrove yang sangat intensif pada tahun 1990-an menjadi pertambakan terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dalam rangka memacu ekspor komoditas perikanan (Machmud, 2010).
Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Oleh karena itu dalam pengembangan ekowisata perlu adanya rencana pengelolaan yang mengacu kepada tujuan utama yaitu selain sebagai pengembangan dari segi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat juga mengupayakan perlindungan lingkungan hidup dengan mengintergrasikan dalam pendekatan sistem konservasi untuk keberlanjutan sumberdaya hayati perairan.

1.2              Rumusan Masalah
            Rumusan masalah yang dapat diberikan dalam paper ini yaitu bagaimana deskripsi kawasan Konservasi, Hutan Mangrove dan Ekowisata dapat menunjang kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, dan ekologi ?

1.3              Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini yaitu :
1.      Sebagai salah satu pemenuhan prasyarat tugas mata kuliah Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan yang diberikan oleh dosen pengampu.
2.      Untuk mengetahui dan menambah wawasan mengenai Kawasan Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Konservasi
Secara umum, konservasi mempunyai arti pelestarian yaitu melestarikan/ mengawetkan daya dukung, mutu, fungsi, dan kemampuan lingkungan secara seimbang (MIPL, 2010; Anugrah, 2008; Wahyudi dan DYP Sugiharto (ed), 2010).
Sedangkan secara harafiah konservasi berasal dari kata  Conservation  yang terdiri atas kata  con  (together) dan servare  (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.  Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.  Sedangkan kata konservasi untuk konservasi hutan mangrove yaitu usaha perlindungan, pelestarian alam dalam bentuk penyisihan areal sebagai kawasan suaka alam baik untuk perairan laut, pesisir, dan hutan mangrove.
            Sementara itu, Piagam Burra menyatakan bahwa pengertian konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu, kegiatan konservasi dapat pula mencakupi ruang lingkup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi (Marquis-Kyle & Walker, 1996; Alvares, 2006). Pemeliharaan adalah perawatan yang terus menerus mulai dari bangunan dan makna penataan suatu tempat. Dalam hal ini, perawatan harus dibedakan dari perbaikan. Perbaikan mencakupi restorasi dan rekonstruksi dan harus dilaksanakan sesuai dengan makna bangunan dan nilai yang semula ada. Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan) yang telah dibangun disuatu tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah penghancuran. Restorasi adalah pengembalian yang telah dibangun disuatu tempat ke kondisi semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau membangun kembali komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru. Rekonstruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai mungkin dengan kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan menggunakan bahan baru atau lama. Sementara itu, adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan penggunaan yang dapat digabungkan.
            Berdasarkan konsep cakupan dan arah konservasi dapat dinyatakan bahwa konservasi merupakan sebuah upaya untuk menjaga, melestarikan, dan menerima perubahan dan/atau pembangunan. Perubahan yang dimaksud bukanlah perubahan yang terjadi secara drastis dan serta merta, melainkan perubahan secara alami yang terseleksi. Hal tersebut bertujuan untuk tatap me melihara identitas dan sumber daya lingkungan dan mengembangkan beberapa aspeknya untuk memenuhi kebutuhan arus modernitas dan kaulitas hidup yang lebih baik. Dengan demikian, konservasi merupakan upaya mengelola perubahan menuju pelestarian nilai dan warisan budaya yang lebih baik dan berkesinambungan. Dengan kata lain bahwa dalam konsep konservasi terdapat alur memperbaharui kembali (renew), memanfaatkan kembali (reuse), mengurangi (reduce), mendaurulang kembali (recycle), dan menguangkan kembali (refund) (Bengen, 2004).

2.2              Deskripsi Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Mangrove adalah sebutan untuk komunitas tumbuhan pantai yang memiliki adaptasi khusus. Secara ekologis, ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai penahan ombak, angin dan intrusi air laut. serta tempat perkembangan bagi berbagai jenis ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan lainnya. Hutan mangrove juga merupakan tempat hidup beberapa satwa liar seperti monyet, ular, berang-berang, biawak, dan burung (Machmud, 2010).
Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (Pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Dalam dua dekade ini keberadaan ekosistem mangrove mengalami penurunan kualitas secara drastis. Saat ini mangrove yang tersisa hanyalah berupa komunitas-komunitas mangrove yang ada disekitar muara-muara sungai dengan ketebalan 10-100 meter, didominasi oleh  Avicennia marina, Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris  yang semuanya memiliki manfaat sendiri. Misalkan pohon Avicennia  memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam organ daun, akar, dan batang) logam berat pencemar, sehingga keberadaan mangrove dapat berperan untuk menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran diperairan laut, dan manfaat ekonomis seperti hasil kayu serta bermanfaat sebagai pelindung bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan (Wijayanti, 2007).
Kondisi mangrove yang sesuai akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di  dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai. Namun akhir-akhir ini kerusakan hutan mangrove marak terjadi. Kerusakan hutan mangrove disebabkan dua hal yaitu aktivitas manusia dan faktor alam. Aktifitas manusia yang menyebabkan Kerusakan hutan mangrove adalah perambahan hutan mangrove secara besar-besaran untuk pembuatan arang, kayu bakar, dan bahan bangunan, serta penguasaan lahan oleh masyarakat, pembukaan lahan untuk pertambakan ikan dan garam, pemukiman, pertanian, pertambangan, dan perindustrian (Machmud, 2010).
Pembangunan tambak di areal mangrove sebenarnya bukan tanpa masalah. Ada beberapa masalah yang dihadapi para pembuka lahan, seperti pengasaman tanah, tidak bercampurnya tanah, serta berkurangnya anakan untuk keperluaan perkembangan ikan. Dalam banyak kasus pestisida dan antibiotika juga sering kali digunakan bahkan untuk tambak tradisional. Tambak tidak selalu berarti hilangnya mangrove hal ini dapat dilihat pada pola tambak tumpang  sari yang di praktekkan di beberapa tempat di Jawa. Pada pola ini mangrove di tanam di bagian tengah tambak. Sistem ini sangat baik untuk diterapkan karena selain melindungi dan mempertahankan mangrove, juga dapat dimanfaatkan oleh burung air. Kegiatan pengambilan kayu sering terlihat Riau, Kalimantan dan Irian Jaya. Sayangnya dampak yang ditimbulkan oleh pengambilan kayu terhadap hilangnya luasan areal mangrove sangat sulit untuk dirinci karena mangrove ternyata dapat tumbuh sendiri setelah tubuhnya ditebang, akan tetapi tidak berarti bahwa tumbuhan yang baru tersebut akan selalu sama dengan jenis sebelumnya (Machmud, 2010).

2.3              Ekowisata
Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnva pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler  ini pada hakekatnya konservasionis (Machmud, 2010).
Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society yaitu Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga (Ardiwidjaja, 2003).
Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Menurut Eplerwood Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata. Dari kedua definisi ini dapat dimengerti  bahwa ekowisata dunia telah berkembang sangat pesat. Ternyata beberapa destinasi dari taman nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata ini.
Ekowisata dapat dijadikan sebagai ajang pendidikan dan penyadaran bagi para wisatawan, masyarakat lokal serta stakeholder lain yang terlibat tentang pentingnya lingkungan hidup, penghargaan konsep-konsep preservasi dan konservasi terhadap lingkungan dan budaya lokal. Publikasi yang dikeluarkan The International Ecotourism Society (TIES) tahun 2007 menyebutkan bahwa pada tahun 2004 pertumbuhan ekowisata secara global mencapai tiga kali lebih cepat dibandingkan industri pariwisata lainnya. Ekowisata sebagai kegiatan yang terintegrasi merupakan keseimbangan antara menikmati dan upaya mempertahankan keindahan alam dengan perlibatan dan partisipasi masyarakat setempat dan wisatawan di dalamnya. Ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya (TIES dalam Dirawan, 2003).
Sejak tahun 2002 pemerintah Indonesia secara khusus telah mencanangkan konsep ekowisata dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan. Kebijakan pengembangan ekowisata merupakan bagian dari pengembangan pemanfaatan keanekaragaman hayati nonekstratif, nonkonsumtif dan berkelanjutan (Garis Besar Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia, 1999). Kebijakan pengembangan ekowisata di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, mengembangkan tenaga kerja lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Roby Ardiwidjaja (2003) mengatakan bahwa pendekatan ekowisata dapat digunakan sebagai alat dalam kegiatan konservasi di suatu daerah. Dari sisi ekonomi, ekowisata diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Dari sisi lingkungan, ekowisata merupakan bentuk konservasi lingkungan yang berbeda dan melibatkan wisatawan. Ekowisata berupaya mengendalikan motif ekonomi ke arah pelestarian sumber daya alam yang dapat menciptakan nilai tambah bagi masyarakat. Pengembangan ekowisata dapat menjadi alternatif pengelolaan kawasan konservasi yang memperhatikan aspek lingkungan dan ekonomi masyarakat setempat dalam upaya mencapai keberlanjutan wilayah. Kebijakan pengembangan ekowisata harus dapat memperhatikan banyak sektor, disiplin ilmu dan berorientasi pada research basedsehingga dapat mengakomodasi kepentingan para pelaku dan sektor terkait secara terpadu, serta tidak bersifat instant (Ardiwidjaja, 2003).


BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Adapun simpulan yang diperoleh dari pembahasan diatas yaitu :
1.      konservasi merupakan sebuah upaya untuk menjaga, melestarikan, dan menerima perubahan dan/atau pembangunan menuju pelestarian nilai dan warisan budaya yang lebih baik serta berkesinambungan. Dengan kata lain bahwa dalam konsep konservasi terdapat alur memperbaharui kembali (renew), memanfaatkan kembali (reuse), mengurangi (reduce), mendaur ulang kembali (recycle), dan menguangkan kembali (refund).
2.      Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat serta dapat dijadikan sebagai ajang pendidikan dan penyadaran bagi para wisatawan, masyarakat lokal, stakeholder dan yang lainnya yang terlibat tentang pentingnya lingkungan hidup dan budaya lokal.

3.2  Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari penulisan paper ini yaitu :
1.      Dalam upaya penerapan kawasan konservasi hutan mangrove sebagai ekowisata sebaiknya selalu mempertimbangkan semua aspek kehidupan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi.
2.      Dalam upaya pengelolaan sumberdaya pesisir sebaiknya konsep alur konservasi seperti memperbaharui kembali (renew), memanfaatkan kembali (reuse), mengurangi (reduce), mendaur ulang kembali (recycle), dan menguangkan kembali (refund) selalu digunakan.





DAFTAR PUSTAKA
Prianto, A. 2008. Analisis Data Dengan Program SPSS versi 15, Cetakan Pertama, Halaman 133 –  143, Intrans Publishing. Jombang, Jawa Timur
Saprizal, M.. 2006. Analisa Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada PT. Perusahaan Bongkar Muat Kutai Jaya Pundinusa Samarinda. Tugas Akhir Mahasiswa Ekonomi Manajemen Universitas Widyagama Mahakam, Samarinda
Wijayanti, T.. 2007. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata  Pendidikan. Tugas Akhir Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya
Bengen, DG. 2004. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pedoman Teknis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.
Alvares. 2006. Kegiatan Budaya. IPB. Bogor.
Society. 2003. Ecotourism Statistical Fact Sheet. Nort Bennington. USA.
Wahyudin, Agus dan DYP Sugiharto (ed). 2010. Unnes Sutera: Pergualatan Pikir SudijonoSastroatmodjo Membangun Sehat, Unggul, Sejahtera. Semarang: Unnes Press.
Ardiwidjaja. 2003. Pembangunan Ekowisata. Fakultas Kehutanan, Univ. Gadja Mada, Yogyakarta.
Machmud,Fn. 2010. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Surabaya


1 komentar: