Senin, 10 Oktober 2016

KAJIAN STATUS TROFIK DANAU BATUR DITINJAU DARI KANDUNGAN UNSUR HARA SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN KUALITAS AIR SECARA BERKELANJUTAN

Danau adalah cekungan di permukaan bumi yang digenangi oleh air yang biasanya menempati daerah yang relatif tidak luas pada permukaan bumi dibandingkan dengan laut dan daratan (Effendi, 2003). Provinsi Bali memiliki empat buah danau yang salah satunya yaitu Danau Batur yang meruapan danau yang paling besar dibandingkan yang lainnya (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Bangli, 2010).
Danau Batur terletak di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang termasuk dalam 15 Danau Prioritas Nasional yang dipilih berdasarkan parahnya tingkat kerusakan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat (Suwanto et al., 2011). Secara geografis terletak pada posisi 115°22’42,3”–115°25’33,0” Bujur Timur dan 8°13’24,0”–8°17’13,3” Lintang Selatan dengan ketinggian 1050 m dpl. Danau tersebut memiliki luas permukaan air sebesar 16,05 km2, panjang danau sekitar 7,5 km, lebar 2,8 km, dan kedalaman maksimum sekitar 60–70 m. Volume tampung air Danau Batur adalah sebesar 815,58 juta m3 dengan luas daerah tangkapan air seluas 105,35 km2 (Arthana et al., 2009). Terdapat 6 desa yang berbatasan langsung dengan pinggir danau yang biasa disebut dengan desa bintang danu yang meliputi desa Songan, Batur, Kedisan, Buahan, Abang dan Trunyan.
Danau Batur dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai sumber air dalam usaha pertanian, tempat budidaya ikan seperti Kantong Jaring Apung (KJA), pelabuhan dan sebagai tempat wisata (Suryati, 2012). Pemanfaatan dalam berbagai sektor ini menyebabkan kondisi danau ini mengalami berbagai tekanan dan permasalahan yang cukup serius, seiring meningkatnya aktivitas masyarakat di badan air maupun di sekitar danau.  Permasalahan tersebut seperti terjadinya kerusakan daerah tangkapan air karena adanya ilegal loging, kebakaran hutan, erosi dan sedimentasi, kerusakan sempadan karena pesatnya pembangunan dan pemukiman penduduk sehingga banyak kegiatan masyarakat seperti kegiatan pertanian mencapai bibir danau, pencemaran air oleh air limbah dan sampah serta eutrofikasi sebagai akibat dari pencemaran pupuk dan pestisida oleh aktivitas pertanian, dan sedimentasi yang mengakibatkan meningkatnya laju pendangkalan danau dan disertai pertumbuhan enceng gondok yang mengganggu populasi biota air yang ada di danau (Yudilastiantoro dan Cahyono, 2012).
Pendangkalan Danau Batur juga dipicu oleh adanya peningkatan jumlah kerambah jaring apung, dimana berdasarkan data KLH (2014), jumlah KJA pada bulan oktober 2014 sebanyak 5015 buah, terjadi peningkatan 3 kali dibandingkan tahun 2011. Berdasarkan survey lapangan yang dilakukan, saat ini jumlah keramba ini sudah jauh lebih banyak dan semakin ke tengah. Peningkatan jumlah KJA berdampak pada peningkatan jumlah pakan yang diberikan oleh pembudidaya daya ikan sehingga besar kemungkinan jumlah limbah yang dihasilkan baik dari sisa pakan maupun feses akan semakin tinggi pula.

Tingginya kandungan limbah yang dihasilkan akan berdampak pada status trofik perairan itu sendiri. Status trofik merupakan indikator tingkat kesuburan suatu perairan yang dapat diukur dari unsur hara (nutrien) dan tingkat kecerahan serta aktivitas biologi lainnnya yang terjadi di suatu badan air (Shaw et al., 2004; Leitão, 2012). Penggolongan status trofik meliputi hipertrofik, eutrofik, mesotrofik, oligotrofik serta distrofik (Welcomme, 2001, Wetzel, 2001, Jorgensen, 1980). Namun secara garis besar dikenal 3 kategori yaitu eutrofik (kesuburan tinggi), mesotrofik (kesuburan sedang) dan oligotrofik (kesuburan rendah). Status trofik Danau Batur berdasarkan kajian dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran status trofik Danau Batur saat ini sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan pembangunan dan pengelolaan danau ini secara berkelanjutan.

1 komentar: