Kamis, 14 Agustus 2014

avertebrata

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
            Avertebrata air merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari tentang hewan-hewan perairan yang tidak bertulang belakang. Invertebrata atau Avertebrata berasal dari bahasa latin A yang artinya tanpa, dan “vertebrae yang  artinya tulang belakang (Sri Subekti,dkk., 2011). Istilah avertebrata air pertama kali diungkapkan oleh Chevalier de Lamarck untuk menunjuk hewan yang tidak memiliki tulang belakang, yang mencakup sekitar 97 persen dari seluruh anggota kingdom Animalia (hewan) kecuali hewan vertebrata (pisces, reptil, amfibia, aves, dan mamalia). Contoh invertebrata adalah serangga, ubur-ubur, hydra, cumi-cumi, dan cacing. Lamarck awalnya membagi invertebrata ke dalam dua kelompok yaitu Insecta (serangga) dan Vermes (cacing). Tapi sekarang, invertebrata diklasifikasikan ke dalam lebih dari 30 sub-fila mulai dari organisme yang simpel seperti porifera dan cacing pipih hingga organisme yang lebih kompleks seperti mollusca, echinodermata, dan arthropoda.
            Hewan avertebrata dapat hidup pada semua perairan baik perairan tawar, perairan payau maupun perairan laut. Tetapi antara yang hidup di air tawar dan air laut memiliki beberapa perbedaan  seperti alat ekskresi avertebrata air tawar lebih berkembang dan kompleks dibandingkan avertebrata air laut. Cairan tubuh hewan avertebrata air laut lebih kurang isotonik terhadap air laut. Sedangkan cairan tubuh avertebrata air tawar bersifat hipertonik terhadap lingkungannya. Jumlah telur yang dihasilkan avertebrata air laut lebih banyak daripada avertebrata air tawar, tetapi ukurannya lebih kecil daripada ukuran telur avertebrata air tawar. Umumnya tidak dilengkapi dengan pelindung (beda dengan telur avertebrata air tawar yang dilengkapi agar dan cangkang). Pada hewan yang serupa, umumnya avertebrata air laut memiliki ukuran yang lebih besar daripada avertebrata air tawar. Warna avertebrata air laut lebih bervariasi dan berwarna warni dibandingkan avertebrata air tawar yang cenderung suram, kelabu, coklat dan hitam. Umumnya avertebrata air laut memiliki bioluminescence (bagian organ yang dapat memproduksi emisi cahaya), sedangkan avertebrata air tawar tidak (Anonimous, 2002).
            Ada 9 filum dalam klafisikasi yang tergolong kedalam avertebrata air                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           yaitu Annelida, Arthropoda, Coelenterata/Cnidaria, Echinodermata, Molluska, Nemathelminthes, Platyhelminthes, Porifera dan Protozoa (Maskoeri, 1987). Hewan-hewan ini ada yang tersusun oleh satu sel (uniselluler), dimana seluruh aktivitas kehidupannya dilakukan oleh sel itu sendiri. Dan ada juga yang tersusun oleh banyak sel (multiselluler/metazoa) yang sel selnya mengalami deferensisasi dan spesialisasi membentuk jaringan dan organ tubuh serta aktivitasnya semakin komplek. Kelompok hewan avertebrata mempunyai ciri-ciri tidak bertulang belakang, susunan syaraf terletak di bagian ventral (perut) di bawah saluran pencernaan, umumnya memiliki rangka luar (eksoskeleton) dan otak tidak dilindungi oleh tengkorak.
            Di samping itu, keberadaan hewan avertebrata air yang merupakan filum terbesar dari kingdom animalia yang mencapai sekitar 97 persen menyebabakan perlunya mempelajari secara lebih mendalam karena beberapa jenis hewan ini memiliki banyak manfaat bagi manusia maupun lingkungan seperti sebagai konsumsi bahan makanan (udang, kepiting, cumi, kerang, teripang), usaha budidaya (tambak udang, teripang, kepiting), sebagai indikator biologis suatu wilayah perairan (dari jenis tubificidea dan chironomus), serta penduga kesuburan perairan. Selain itu peran yang terkait langsung adalah avetretbrata dikenal sebagai makanan ikan. (Cladocera, Tubifex, dan Rotifer).
            Menurut Suwigyo Sugiarti dkk, 1997 beberapa filum avertebrata maupun contoh hewan mempunyai beberapa manfaat bagi manusia maupun lungkungan sekitarnya seperti filum annelida dapat dimanfaatkan untuk obat, konsumsi, terapi, memperbaiki struktur tanah dan dapat menghasilkan zat anti pembekuan darah. Dan filum Echinodermata (Bintang laut untuk hiasan), (Teripang untuk bahan kerupuk), dan Sebagai pembersih pantai. Serta Porifera sponnya dapat digunakan untuk alat gosok tubuh, dapat digunakan sebagai hiasan dan Ubur ubur dapat dimakan, anemon laut, mawar laut dapat digunakan sebagai hiasan dalam akuarium. Dilaut hewan ini membentuk terumbu karang, sebagai tempat berlindung ikan dan tempat wisata. Oleh karena itulah avertebrata air sangat penting untuk di pelajari dan diketahui sehingga kita dapat mengetahui dan memanfaatkan beberapa hewan ini dengan oftimal.
1.2              Rumusan Masalah
            Keberadaan hewan avertebrata air sekitar 97 persen dari seluruh anggota kingdom Animalia (hewan) kecuali hewan vertebrata yang juga memiliki banyak manfaat bagi manusia maupun lingkungan maka perlu dikembangkan dan dipelajari beberapa mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hewan tersebut sehingga penanganan dan pemanfaatan dapat oftimal. Maka adapun rumusan masalah yang dapat diberikan dalam makalah ini yaitu : Bagaimanakah Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi dari avertebrata air serta filum dari Porifera dan Protozoa.
1.3              Tujuan
            Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu : untuk  mengetahui Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi dari avertebrata air serta filum dari Porifera dan Protozoa.
1.4              Manfaat
            Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya makalah ini yaitu : dapat menambah wawasan dan dijadikan pedoman atau perbandingan bagi penulis maupun pembaca dalam mempelajari tentang Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi dari avertebrata air serta filum dari Porifera dan Protozoa, dapat membedakan dan mengetahui jenis-jenis organisme avertebrata air antara fhylum yang satu dengan fhylum yang lain. Manfaat lain yang lebih khusus dari penulisan makalah ini bagi penulis sendiri yaitu secara tidak langsung dapat belajar dari berbagai sumber mengenai hewan avertebrata air.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Evolusi , Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata Air
2.1.1    Evolusi
            Evolusi adalah proses perubahan secara berangsur-angsur (bertingkat) dimana sesuatu berubah menjadi bentuk lain (yang biasanya) menjadi lebih kompleks/ rumit ataupun berubah menjadi bentuk yang lebih baik dalam kurun waktu yang cukup lama. Evolusi berasal dari bahasa latin evolvere "membuka lipatan," dari ex- "keluar" + volvere "menggulung" (1641) yang berarti "membuka lipatan, keluar, berkembang,". Evolusi pada tahun 1622, pada awalnya berarti "membuka gulungan buku"; namun istilah ini digunakan pertama kali tahun 1832 oleh Geologis berkebangsaan Skotlandia yang bernama Charles Lyell. Yang Charles Darwin kemudian menggunaka istilah ini satu kali dalam paragraf penutup bukunya yang berjudul "The Origin of Species" (Asal mula Spesies) pada tahun 1859. Istilah ini kemudia dipopulerkan oleh Herbert Spencer dan ahli biologi lainnya (Suhardi, 2007). Evolusi avertebrata dimulai dari nenek moyang berupa protista yang hidup di laut. Ketika itu evolusi biologis berlangsung semakin cepat dibandingkan dengan evolusi biologis pertama kali. Protista bercabang tiga, dimulai dari filum Porifera, filum Cnidaria, dan filum Platyhelminthes.

Gambar . Batang Tulang Vertebrata
            Plathyhelminthes bercabang tiga, cabang pertama bercabang tiga lagi menjadi filum Mollusca, filum Annelida, dan filum Arthropoda. Cabang kedua menjadi filum Nematoda. Sedangkan cabang ketiga menjadi dua filum yaitu Echinodermata dan filum Chordata. Dari evolusi invertebrata dapat diketahui bahwa evolusi vertebrata berasal dari nenek moyang berupa Echinodermata. Echinodermata akan berkembang menjadi Echinodermata modern yang ada sekarang ini, misalnya bintang laut, bulu babi, Hemichordata, Chordata primitif (seperti Tunicata dan Lanceleolatus). Vertebrata modern meliputi tujuh kelas yaitu Agnatha, Chondrichthyes, Osteichthyes, Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia.
2.1.2    Perkembangan Sistematika Avertebrata
            Sistematika adalah ilmu yang mempelajari keanekaragaman kehidupan di bumi, baik pada masa lampau, sekarang, serta hubungan antara makhluk hidup sepanjang sejarah. Dalam sistematika awal, binatang mencakup banyak organisme bersel tunggal yang dikelompokkan sebagai Protozoa karena sifat heterotrof dan bergerak aktif (motil). Pengelompokan ini terus dianut hingga pertengahan abad ke-20 dan hingga sekarang masih dipakai untuk kepentingan praktis. Ketika orang mulai menganggap bahwa organisme bersel satu tidak memiliki organisasi jaringan, dibentuklah kelompok Protista yang menghimpun semua organisme sederhana yang berperilaku mirip binatang (bergerak, heterotrof). Perkembangan biologi sejak separuh akhir abad ke-20 telah menunjukkan bahwa banyak organisme bersel satu tidak dapat lagi dipertahankan sebagai binatang. Ke dalam "binatang" dimasukkan semua organisme bersel banyak yang sel spermanya memiliki kesamaan struktur dengan koanosit, suatu sel generatif primitif.
            Menurut para ahli, terbentuknya hewan-hewan di muka bumi ini dimulai dari zigot bersel satu yang mengalami pembelahan sel dan sel tersebut akan bertambah banyak yang terbentuk menyerupai bola. Bentuk seperti bola tersebut akan mengalami perkembangan, yaitu akan melekuk ke dalam sehingga akan terbentuk dua lapisan, yaitu ektoderm (lapisan luar) dan endoderm (lapisan dalam). Ektoderm dalam masa perkembangannya membentuk bagian-bagian tubuh tertentu, yaitu epidermis, kulit, dan sistem saraf, sedangkan lapisan Endoderm akan berkembang menjadi sistem pencernaan dan kelenjarnya. Ada beberapa hewan yang berkembang pada tingkat kedua lapisan ini yang dinamakan Diplobastik. Ada pun yang termasuk golongan hewan ini adalah Porifera dan Coelenterata. Di antara kedua lapisan, yaitu ektoderm dan endoderm akan berkembang dan terbentuk Lapisan mesoderm. Lapisan mesoderm akan berkembang membentuk bagian tubuh yang menjadi otot, sistem reproduksi, sistem sirkulasi, dan sistem ekskresi. Golongan hewan yang berkembang pada ketiga tingkat lapisan ini dinamakan Triplobastik. Golongan hewan ini adalah Platyhelminthes dan Nemathelminthes.

Gambar  Lapisan sel Diploblastik dan Triploblastik

            Dari hasil penelitian diketahui pada Platyhelminthes belum mempunyai rongga tubuh, yaitu terlihat tubuhnya padat, tanpa rongga antara usus dan tubuh terluar sehingga digolongkan sebagai triplobastik aselomata (selom = rongga tubuh). Adapun pada Nemathelminthes mempunyai rongga tubuh semu, yaitu mesoderm belum membentuk rongga yang sesungguhnya karena tampak pada mesoderm belum terbagi menjadi lapisan dalam dan lapisan luar, yang dinamakan dengan triplobastik pseudoselomata dan yang mempunyai rongga tubuh dinamakan triplobastik selomata karena mesodermnya sudah dipisahkan oleh rongga tubuh yang terbentuk menjadi dua lapisan, yaitu dalam dan luar.

Gambar  bentuk sel Platyhelminthes dan Nemathelminthes.
            Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terbentuknya hewan dimulai dari Protozoa kemudian Porifera, Coelenterata, sampai pada tingkat Mamalia. Jadi, hewan tersebut mengalami perkembangan dari satu sel menjadi banyak sel hingga terbentuk triplobastik aselomata, pseudoselomata, sampai selomata. Hewan yang digolongkan dalam kelompok Avertebrata memiliki persamaan ciri, yaitu tidak mempunyai ruas-ruas tulang belakang (vertebrae). Jika kita amati, golongan hewan ini memiliki pola organisasi tubuh yang agak sederhana, dibandingkan dengan kelompok hewan Vertebrata. Dengan dasar inilah hewan-hewan ini dianggap primitif atau merupakan bentuk-bentuk paling awal dari kehidupan yang telah mengalami sedikit perubahan.
2.1.3    Taksonomi Avertebrata
            Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik. Taksonomi juga merupakan cabang ilmu tersendiri yang mempelajari penggolongan atau sistematika makhluk hidup. Sistem yang dipakai adalah penamaan dengan dua sebutan, yang dikenal sebagai tata nama binomial atau binomial nomenclature, yang diusulkan oleh Carl von Linne (Latin: Carolus Linnaeus), seorang naturalis berkebangsaan Swedia.
            Dalam klasifikasi kingdom animalia, paling tidak ada dua ciri yang membedakan struktur tubuh suatu hewan. Dua ciri tersebut antara lain berdasarkan simetri tubuh dan lapisan tubuh. Berdasarkan simetri tubuhnya, hewan dapat dibedakan menjadi hewan yang memiliki simetri tubuh bilateral dan hewan yang memiliki simetri tubuh radial. Dalam perkembangannya menjadi individu dewasa, hewan akan membentuk lapisan tubuh. Berdasarkan jumlah lapisan tubuhnya, hawan dikelompokkan menjadi diploblastik dan tripoblastik.
            Simetri Bilateral, adalah hewan yang bagian tubuhnya tersusun bersebelahan dengan bagian lainnya. Jika diambil garis memotong dari depan ke belakang, maka akan terlihat bagian tubuh tubuh yang sama antara kiri dan kanan. Hewan yang bersimetri bilateral selain memiliki sisi puncak (oral) dan sisi dasar (aboral), juga memiliki sisi atas (dorsal) dan sisi bawah (ventral), sisi kepala (anterior) dan sisi ekor (posterior), serta sisi samping (lateral).
Simetri Radial, adalah hewan yang memiliki lapisan tubuh melingkar (bulat). Hewan dengan simetri radial hanya memiliki dua bagian, yaitu bagian puncak (oral) dan bagian dasar (aboral). Hewan yang bersimetri radial disebut sebagai radiata, hewan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain porifera, cnidaria, dan echinodermata.

Gambar  Perbedaan simetri tubuhnya hewan (Radial dan Bilateral)
            Hewan Diploblastik, adalah hewan yang memiliki dua lapis sel tubuh. Lapisan terluar disebut dengan ektoderma, sedangkan lapisan dalam disebut dengan endoderma. Contoh dari hewan diploblastik adalah cnidaria. Hewan Triploblastik, adalah hewan yang memiliki tiga lapis sel tubuh. Lapisan terluar disebut eksoderma, lapisan tengah disebut mesoderma, dan lapisan dalam disebut endoderma. Ektoderma akan berkembang menjadi epidermis dan sistem saraf, mesoderma akan berkembang menjadi kelenjar pencernaan dan usus, sedangkan endoderma akan berkembang menjadi jaringan otot.
            Hewan triploblastik masih dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan rongga tubuh (selom) yang dimilikinya. Rongga tubuh pada hewan sendiri dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu aselomata, pseudoselomata, dan selomata. Aselomata, adalah hewan bertubuh padat yang tidak memiliki rongga antara usus dengan tubuh terluar. Hewan yang termasuk aselomata adalah cacing pipih (Platyhelmintes). Pseudoselomata, adalah hewan yang memiliki rongga dalam saluran tubuh (pseudoselom). Rongga tersebut berisi cairan yang memisahkan alat pencernaan dan dinding tubuh terluar. Rongga tersebut tidak dibatasi jaringan yang berasal dari mesoderma. Hewan yang termasuk pseudoselomata adalah Rotifera dan Nematoda. Selomata, adalah hewan berongga tubuh yang berisi cairan dan mempunyai batas yang berasal dari jaringan mesoderma. Lapisan dalam dan luar dari jaringan hewan ini mengelilingi rongga dan menghubungkan dorsal dengan ventral membentuk mesenteron. Mesenteron berfungsi sebagai penggantung organ dalam. Selomata sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu protoselomata dan deutroselomata. Contoh hewan yang termasuk protoselomata antara lain Mollusca, Annelida, dan Arthropoda. Sedangkan hewan yang termasuk dalam deutroselomata antara lain Echinodermata dan Chordata.
2.1.4    Dasar Klasifikasi Avertebrata
Avertebrata dapat dibagi menjadi Avertebrata rendah dan Avertebrata tinggi berdasarkan beberapa perbedaan karakter dari kedua kelompok tersebut. Ciri-ciri atau karakter pembeda tersebut antara lain dilihat dari ukuran tubuh (kecil/besar), Organ tubuh (sederhana/kompleks), simetri tubuh (radial, biradial, tidak bersimetri/asimetri dan bilateral), Struktur embryo pada fase gastrula, ada tidaknya coelom, Sistem otot, Peredaran darah, letak mulut dan anus. Atas dasar perbedaan ciri-ciri tersebut maka, Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes dan Nematoda dianggap sebagai Invertebrata rendah, sedangkan Annelida, Arthropoda, Mollusca dan Echinodermata dianggap sebagai invertebrata tinggi.
      Invertebrata atau Avertebrata juga menempatkan anggotanya pada semua kekomplekan tingkatan organisasi Tubuh, yaitu: Organisasi tubuh tingkat protoplasma. Semua aktifitas terjadi di dalam sel    itu sendiri. Pada Phyllum Protozoa. Organisasi tubuh tingkat Celluler. Sel-sel sudah mengalami diferensiasi pada fungsinya. Pada Porifera. Organisasi tubuh tingkat jaringan. Sel tidak hanya mengalami diferensiasi terhadap fungsinya yang berbeda tetapi beberapa juga sel yang serupa sudah bersama-sama membentuk jaringan untuk melakukan satu fungsi yang             sama. Pada Coelenterata. Organisasi tubuh tingkat organ, jaringan-jaringan tubuh sudah membentuk suatu organ. Pada Platyhelminthes dan Nemathelminthes. Organisasi tubuh tingkat sistem organ. Beberapa organ bersama-sama membentuk suatu sistem untuk melakukan fungsi yang sama. Pada Invertebrata tingkat tinggi (Annelida, Arthropoda, Mollusca dan Echinodermata). Organisasi tubuh tingkat organ. Jaringan-jaringan tubuh sudah membentuk suatu organ. Pada Platyhelminthes dan Nemathelminthes. Organisasi tubuh tingkat sistem organ. Beberapa organ bersama-sama membentuk suatu sistem untuk melakukan fungsi yang sama. Pada Invertebrata tingkat tinggi (Annelida, Arthropoda, Mollusca dan Echinodermata).
2.2       Porifera
2.2.1    Pengertian Filum Porifera
            Filum Porifera atau dikenal juga dengan spons atau hewan berpori merupakan filum untuk hewan bersel banyak (metacua) yang paling sederhana (Suwignyo, 1997). Porifera (Latin, Phorus = pori-pori, ferre = pembawa). Jadi Porifera adalah hewan invertebrata yang mempunyai tubuh berpori. Dengan adanya pori tersebut air diserap oleh sel khusus yang dinamakan sel leher (collar cell), yang dalam banyak hal menyerupai cambuk. Jenis sel ini lebih pantas dinamakan koanosit (choanocyt; Y: choane = cerobong; kytos = berongga), yakni nama menurut anak - kelompok dari Flagellata, Choanoflagellata (Romimohtarto, 2001).

2.2.2    Ciri-ciri porifera
            Menurut Romimohtarto (2001), ciri-ciri yang dimiliki Porifera antara lain:
·           Bentuk tubuh hewan ini tidak hanya kotak, tapi bermacam-macam, ada      yang seperti piala, terompet, dan ada yang bercabang menyerupai    tumbuhan.
·           Struktur tubuhnya simetris radial
·           Dapat hidup di air laut dan air tawar, tapi kebanyakan hidup di laut mulai   dari daerah perairan pantai yang dangkal hingga kedalaman 5,5 km
·           Memiliki sistem saluran (canal system) yang bertindak seperti halnya           sistem sirkulasi pada hewan tingkat tinggi. Ada tiga macam sistem, yakni        yang dinamakan askon (ascon), sikon (sycon) dan ragon (rhagon).
·           Kerangkanya dapat berupa kapur seperti pada Calcarea, dapat pula rangka             silikat seperti yang dimiliki hexactinellida, atau kerangka lunak (spongin)       pada Demospongia
·           Merupakan kelompok hewan yang bersifat sesil (menempel)
·           Umumnya tidak memiliki saraf dan otot, tetapi masing-masing sel dapat     mengindera dan bereaksi terhadap perubahan lingkungan
·           Makanan berupa partikel organik renik, hidup atau tidak, seperti bakteri,     mikroalga dan detritus, yang masuk melalui pori-pori arus masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa ke dalam rongga lambung atau ruang-ruang          bercambuk.
·           Hewan multiseluler atau bersel banyak dan masih primitif atau hewan         sederhana serta tidak memiliki jaringan sehingga sering disebut Metazoa
·           Perkembangbiakan secara aseksual dengan menghasikan tunas yang            disebut gamul (gammules). Dalam perkembangbiakan seksual, telur dan         spermatozoa berasal dari sel-sel amoeba yang berkeliaran di lapisan        tengah,seperti pada lapisan sikon.
2.2.3    Morfologi Tubuh
            Porifera atau sponge memiliki bentuk tubuh yang sangat beragam, mulai dari bentuk tabung, gumpalan, vas, menjalar, dan sebagainya. Sebagian besar menempel pada substrat, namun ada juga yang berdiri ditopang oleh semacam stalk (batang semu). Ukuran diameter tubuh bervariasi antara beberapa millimeter hingga 2 meter. Sementara warna sponge juga beraneka ragam seperti ungu, biru, kuning, merah terang, orange atau putih.
            Secara umum, tubuh sponge terdiri atas dinding tubuh, ostia (tempat masuknya air), atrium (rongga tubuh) dan oskulum (tempat keluarnya air). Adapun beberapa tambahan bagian tergantung pada jenisnya. Perbedaan morfologi sponge dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti arus kuat dan perbedaan substrat (Anonimous, 2002).

Gambar  Morfologi Leucosolenia sp (Fox, 2001)
            Sponge merupakan hewan multisel, dimana setiap selnya bergerak dan berpotensi untuk berubah dan menjadi tipe sel yang lain, dan ini merupakan ciri khas dari sponge. Tubuh sponge merupakan jaringan yang saling berhubungan (mesohyl) antara lapisan outer pinacoderm dan inner choanoderm. Choanoderm disusun oleh sel-sel kerah berflagella atau disebut choanocyte. Mesohyl meliputi beberapa tipe sel dan unsur sketal berupa fiber protein dan spikula mineral.
            Beberapa tipe sel pada sponge adalah lapisan pinacocytes (sel kulit) dan lapisan choanocytes (sel pengumpul makanan dan pemompa air). Diantara kedua lapisan tersebut adalah lapisan gelatin mesohyl atau mesenchyme yang terdiri atas sclerocytes dan spongocytes (sel yang mensekresi skeleton), archeocytes, (sel yang mampu berubah menjadi bentuk sel lain pada sponge yang sama), dan collenocytes (sel yang membetuk massa konektif (Fox, 2001).
            Bagian dalam tubuh sponge terdapat sistem kanal atau saluran air. Air yang masuk melalui ostia, akan melewati sejumlah saluran kanal tersebut sebelum masuk ke dalam rongga atau langsung menuju atrium. Di dalam rongga dimana terdapat sel choanocytes yang merupakan elemen penting dalam sirkulasi air. Sel berkerah dengan flagellum yang setiap saat aktif bergerak secara spiral membangkitkan arus yang menghisap air dari ostia. Partikel makanan akan melengket pada permukaan luar sel dan kemudian diserap ke dalam sel, selanjutnya air terbawa keluar menuju oskulum.

Gambar . Bagian tubuh porifera
2.2.4    Anatomi : Saluran Air
            Ada 3 tipe saluran air sponge yakni tipe asconoid, syconoid dan leconoid yang merupakan bentuk elaborasi dari permukaan choanoderm dan mesohyl (gambar 2). Pada tipe asconoid, atriumnya besar dan tidak terpartisi, pada tipe asconoid bagian tepi atrium terbagi menjadi sejumlah rongga kecil dimana area permukaan choanocytes meningkat, sedangkan pada tipe leuconoid atrium tereduksi menjadi semacam lorong-lorong mesohyl dengan jaringan kanal air yang kompleks dan banyak rongga berflagella (Fox, 2001).
            Contoh tipe saluran asconoid ditampilkan pada genus Leucosolenia, sedangkan tipe syconoid dicontohkan pada genus scypha.

Gambar  Tipe saluran air : (a) asconoid; (b) syconoid; (c) leuconoid

Gambar 3. Anatomi saluran syconoid dari scypha sp (Fox, 2001)
Struktur tubuh terdiri dari lapisan Epidermis (lapisan terluar), tersusun oleh sel sel epitelium pipih yang disebut Pinakosit. Mesoglea, Lapisan pembatas antara epidermis dan endodermis. Mesoglea pada Porifera mengandung beberapa macam sel yaitu: Sel Ameboid, berfungsi untuk mengangkut zat makanan dan zat-zat sisa metabolisme dari sel satu ke sel lain; Sel Sklerobas, lapisan berfungsi sebagai pembentuk spikula; Sel Porosit, sel yang fungsinya membuka dan menutup pori-pori; Sel Arkeosit, sel amebosit embrional yang tumpul dan dapat membentuk sel-sel reproduktif; dan Sel Spikula, sel yang pembentuk tubuh. Endodermis (lapisan dalam), lapisan dalam yang terdiri dari sel-sel leher atau koanosit yang memiliki flagel dan berfungsi sebagai pencerna makanan.

Gambar  Struktur tubuh forifera
            Bagian-bagian tubuh pada porifera yaitu :
1.      Oskulum : tempat keluarnya air yang berasal dari spongosol.
2.      Mesoglea : lapisan pembatas antara lapisan dalam dan lapisan luar.
3.      Porosit : saluran penghubung antara pori-pori dan spongosol tempat masuknya air.
4.      Spongosol : rongga di bagian dalam tubuh porifera.
5.      Ameboid : sel yang berfungsi mengedarkan makanan.Epidermis : lapisan terluar.
6.      Spikula : pembentuk/penyusun tubuh.
7.      Flagel : alat gerak koanosit.
8.      Koanosit : sel pelapis spongosol seta berfungsi sebagai pencerna makanan. di bagian ujungnya terdapat flageldan di pangkalnya terdapat vakuola.
            Sponge ditunjang oleh skeleton keras yang terdiri atas berbagai jenis spikula. Spikula adalah unsur keras seperti jarum, umumnya tersusun dari kalsium karbonat, atau silika dan kolagen. Baik spikula maupun sel-sel sponge semuanya terdapat di dalam matriks jelly berprotein. Tidak semua sponge mempunyai skeleton, dan pada jenis ini skeleton tersusun dari jelly colloidal yang sederhana.
            Skeleton disekresi oleh sel-sel sclerocyte dan spongocyte. Tiap spikula disekresi secara interselular di sekitar fiber sponging. Unsur sketal inilah yang merupakan satu-satunya bagian dari sponge yang dapat diawetkan, sehingga menjadi petunjuk penting dalam penamaan secara morfologi dan taksonomi. Spikula ini dikelompokkan berdasarkan ukuran, jumlah axis, dan jumlah ray (pengait) (Gambar 4).
            Berdasarkan ukurannya, spikula dibagi menjadi 2 kelompok :
1). Megasclere, spikula besar dengan ukuran panjang 0,1 > 1,0 mm; dapat bergabung   membentuk bagan yang koheren.
2). Microsceler, spikula kecil berukuran panjang 0,01 – 0,1 mm; tersebar di seluruh tubuh.
            Berdasarkan axis, spikula dibedakan atas 3 bentuk, yakni :
1). Monaxon, spikula dengan satu axis.
2). Triaxon, spikula dengan tiga axis; dan
3). Tetraxon, spikula dengan empat axis.
            Selanjutnya berdasarkan jumlah ray dibagi menjadi 5 kelompok :
1). Monactine, spikula dengan satu ray;
2). Diactine, spikula dengan dua ray;
3). Traictine, spikula dengan tiga ray;
4). Hexactine, spikula dengan enam ray;
5). Polyactine, spikula dengan lebih dari enam ray.

Gambar  (A) Calcarea; (B) Hexactinellida; (C) Demospongia                                                   dengan berbagai jenis spikula penyusunnya; (1) monaxon;                     (2, 3, 7) triaxon;(4, 5) tetraxon; (6) hexactine
2.2.5    Sistem Reproduksi
            Porifera berkembang biak secara seksual (generatif) maupun aseksual (vegetatif). Reproduksi vegetatif terjadi dengan cara pembentukan tunas (budding) atau pembentukan sekelompok sel esensia terutama amoebocyte, kemudian dilepaskan. Dan selanjutnya Gemmulae (butir benih) yang merupakan sejumlah sel mesenkim yang berkelompok dan berbentuk seperti bola yang dilapisi kitin serta diperkuat spikula akan terbentuk jika keadaan lingkungan sedang tidak menguntungkan. Ketika keadaan lingkungan membaik, gemmulae akan terbentuk menjadi individu baru. Gemmulae hanya dimiliki oleh porifera air tawar.
            Porifera mempunyai kemampuan melakukan regenerasi yang tinggi. Bagian tubuh sepon yang terpotong atau rusak akan mengalami regenerasi yang utuh kembali. Kemampuan melakukan regenerasi ada batasnya, misalnya potongan sepon leuconoid harus lebih besar dari 0,4 mm dan mempunyai beberap a sel choanocyte supaya mampu melakukan regenerasi menjadi sepon baru yang kecil.
Reproduksi seksual berlangsung secara anisogami, yaitu dengan peleburan gamet jantan (mikrogamet) dengan gamet betina (makrogamet). Reproduksi ini terjadi baik pada sepon yang hermaproduktif, namun sel telur dan sperma diproduksi pada waktu yang berbeda sperma dan telur dihasilkan oleh amoebyte osculum bersama aliran air dan masuk ke individu lain melalui ostium juga bersama aliran air. Dalam spongocoel atau feagelated chamber, sperma akan masuk ke choanocyte atau amoebocyte. Sel amoebocyte berfungsi sebagai pembawa sperma menuju sel telur, terjadilah pembuahan (fertilisasi), perkembangan embrio sampai menjadi larva berflagella masih di dalam mesohyl. Larva berflagella disebut juga larva amphiblastula. Keluar dari mesohyl dan bersama aliran air keluar dari tubuh induk melalui osculum. Larva amphiblastula berenang bebas beberapa saat kemudian menempel pada substrat dan berkembang menjadi sepon muda yang sessile dan akhirnya tumbuh menjadi besar dan dewasa.
2.2.6    Sistem Pencernaan
Pencernaan makananan pada porifera adalah intraseluler. Intraseluler merupakan pencernaanmakanan yang terjadi di tingkat sel / didalam sel. Proses tersebut diawali dari masuknya air melalui pori – pori tubuh porifera (ostium), selanjutnya air akan masuk kedalam tubuh bersamaan dengan plankton dan bakteri yang menjadi sumber makanannya. Melaluimikrofili yang terdapat pada sel koanosit lapisan endodermis porifera, plankton dan bakteri akan tersaring. Sel amoeboid memiliki tugas untuk mengedarkan hasil ‘tangkapan’ tersebut keseluruh tubuh porifera. Air – air yang masuk bersamaan denganmakanan akan kembali dibuang melalui lubang yang berada di pusat tubuhnya yaitu oskulum.
2.2.7    Sistem Sirkulasi Air
Sistem saluran air pada porifera dibedakan menjaditiga tipe yaitu :
1.    Ascon, merupakan tipe saluran air dimana lubang-lubang  ostiumnya dihubungkan dengan saluran lurus yang langsungmenuju ke spongosol (rongga dalam).
2.    Sycon, merupakan tipe saluran air dimana lubang-lubang ostiumnya dihubungkan dengan saluran yang bercabang-cabang ke rongga-rangga yang berhubungan langsung dengan spongosol.
3.    Leucon, merupakan tipe saluran air dimana lubang-lubang ostiumnya dihubungkan dengan saluran yang bercabang-cabang ke rongga yang sudah tidak berhubunga langsung dengan spongosol.

Gambar  Tipe saluran air porifera
2.2.8    Sistem Pernafasan
System pernafasan yang dimilikipun sangat sederhana. Oksigen diambil langsung dari air oleh sel-sel koanosit secara absorpsi. Karbondioksida hasil pernafasan dikeluarkan langsung dari dalam sel ke lingkungan.
2.2.9    Kebiasaan Makan dan Cara Makan
            Makanan Filum Porifera adalah partikel yang sangat kecil 80% partikel yang kurang dari 5 μm dan 20% terdiri atas bakteri, dinoflagellata dan nanoplakton partikel yang berukuran μm – 50 μm dimakan dan dibawa oleh amoebocyte. Cara makannya dengan menyaring partikel yang sangat kecil. Partikel makanan ditangkap oleh fibril kelepak pada choanocyte (Megner, 1968).
2.2.10  Klasifikasi Porifera
Porifera dikelompokkan menjadi 3 kelas, yaitu: Calcarea, Hexactinellida, dan Demospongia.
1.      Kelas Calcarea
memiliki ciri: rangkanya berspikula kapur, koanositnya berukuran besar,      dan biasanya hidup di laut dangkal. Contoh dari kelas ini adalah Scypha,           Leucosolenia, Cerantia, Ceranthrina, dan Sycon gelatinosum.
2.      Kelas Hexactinellida
memiliki ciri: Rangkanya berspikula kersik, dan Kebanyakan hidup di laut dalam. Contoh-contohnya : Euplectella, Hyalonema,Pheronema
3.      Kelas Demospongia
Memiliki ciri: Umumnya tidak berangka, yang berangka rangkanya terdiri dari zat kersik atau spongin atau campuran keduanya, hewan ini dimanfaatkan sebagai bahan industry spon, ada species yang tidak dapat bergerak, hidup di laut dangkal. Contoh-contohnya : Euspongiamollisima, Hypospongia equine, Haliclona, spongilla corteri.
2.3       Protozoa
2.3.1    Pengertian
Protozoa berasal dari bahasa Yunani, yaitu proto artinya pertama dan zoa artinya hewan. Jadi, Protozoa adalah nama untuk hewan-hewan yang paling primitive (pertama). Protozoa juga merupakan kelompok lain protista eukariotik yang memiliki ciri-ciri hewan. Misalnya, mampu bergerak berpindah tempat dan mencernamakanan. Dahulu, para ilmuwan menganggap protozoa sebagai hewan yang pertama kali terbentuk di permukaan bumi. Namun, dalam perkembangannya ternyata anggapan tersebut sudah tidak tepat. Meskipun demikian, penggunaan istilah protozoa masih dipertahankan untuk suatu pengetahuan.
2.3.2    Morfologi dan Bentuk Tubuh
            Seluruh kegiatan hidupnya dilakukan oleh sel itu sendiri dengan menggunakan organel-organel antara lain membran plasma, sitoplasma, dan mitokondria. Pada sebagian besar spesies, membran itu telah dilapisi oleh lapisan lain (dari zat kapur), sehingga terbentuk kulit atau pelliculus yang tegar, sehingga protozoa yang bersangkutan memilikibentuk yang tetap.Beberapa jenis protozoa seperti Foraminifera mempunyai kerangka luar sangat keras yangtersusun dari Si dan Ca.Beberapa protozoa seperti Difflugia, dapat mengikat partikelmineral untuk membentuk kerangka luar yang keras. Radiolarian dan Heliozoan dapat menghasilkan skeleton. Kerangka luar yang keras ini sering ditemukan dalam bentuk fosil. Sitoplasma protozoa sebagian besar tidak berwarna, tetapi beberapa spesies kecil, misalnya Stentor coeruleus berwarna biru,dan Blepharia laterilia berwarna merah atau merah muda. Sitoplasma terdiri atas dua bagian, yaitu ektoplasma (bagian pinggiran) dan endoplasma (bagian sentral yang lebih padat dan bergranula). Tidak memiliki klorofil, kecuali Euglena.
Stentor coeruleus.Arcella vulgaris,Opalina ranarum.
Nukleus protozoa umumnya hanya sebuah, tetapi ada juga yang lebih, misalnya Arcella vulgaris atau Opalina ranarum. Struktur nukleus pada prinsipnya ada yang vasikular dan granular. Pada nukleus vasikuler, kromatin terkonsentrasi dalam sebuah massa atau butir (Arcella), sedang yang granular berkhromatin tersebar secara merata dalam butir melalui seluruh nukleus (Amoeba). Vakuola yang terdapat pada protozoa dapat dibedakan atas vakuola kontraktil, vakuola makanan, dan vakuola stationeri. Vakuola stationeri mengandung cairan yang terdapat dalam tubuh protozoa. Vakuola makanan dan vakuola kontraktil terdapat pada protozoa air tawar, tetapi tidak terdapat pada sebagian besar protozoa yang hidup parasit dan hidup di dalam air laut. Fungsi vakuola kontraktil selain sebagai alat ekskresi juga berfungsi sebagai pengatur tekanan osmosis tubuh. Mitokondria terdapat pada protozoa pada bagian yang melakukan pernafasan secara aerobik. Pada sebagian besar mitokondria mempunyai tubulus pada bagian dalamnya. Mitokondria erat hubungannya dengan penggunaan energi untuk alat gerak, dan vakuola kontraktil. Protozoa merupakan sel tunggal, yang dapat bergerak secara khas menggunakan pseudopodia (kaki palsu),flagela atau silia, namun ada yang tidak dapat bergerak
aktif.

Gambar morfologi protozoa pada paramecium
            Semua protozoa mempunyai vakuola kontraktil. Vakuola dapat berperan sebagai pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau untuk mengatur tekanan osmosis. Jumlah dan letak vakuola kontraktil berbeda pada setiap spesies. Protozoa dapat berada dalam bentuk vegetatif (trophozoite), atau bentuk istirahat yang disebut kista. Protozoa pada keadaan yang tidak menguntungkan dapat membentuk kista untuk mempertahankan hidupnya. Saat kista berada pada keadaan yang menguntungkan, maka akan berkecambah menjadi sel vegetatifnya.
            Ukuran tubuh protozoa biasanya berkisar 10-50 μm, tetapi dapat tumbuh sampai 1 mm, dan mudah dilihat di bawah mikroskop. Mereka bergerak di sekitar dengan cambuk seperti ekor disebut flagela. Mereka sebelumnya berada di bawah keluarga Protista. Lebih dari 30.000 jenis telah ditemukan. Protozoa terdapat di seluruh lingkungan berair dan tanah, menduduki berbagai tingkat trophic. Tubuh protozoa sangat sederhana, yaitu terdiri dari satu sel tunggal (unisel). Namun demikian, Protozoa merupakan system yang serba bisa. Semua tugas tubuh dapat dilakukan oleh satu sel saja tanpa mengalami tumpang tindih. Ukuaran tubuhnya antaran 3-1000 mikron. Bentuk tubuh macam-macam karena permukan tubuh Protozoa dibayangi oleh membran sel yang tipis, elastis, permeable, yang tersusun dari bahan lipoprotein ada yang seperti bola, bulat memanjang, atau seperti sandal bahkan ada yang bentuknya tidak menentu. Juga ada memiliki fligel atau bersilia.

Gambar bentuk tubuh protozoa
2.3.3    Habitat
            Protozoa hidup di air atau setidaknya di tempat yang basah. Mereka umumnya hidup bebas dan terdapat di lautan, lingkungan air tawar, atau daratan. Beberapa spesies bersifat parasitik, hidup pada organisme inang. Inang protozoa yang bersifat parasit dapat berupa organisme sederhana seperti algae, sampai vertebrata yang kompleks, termasuk manusia. Beberapa spesies dapat tumbuh di dalam tanah atau pada permukaan tumbuh-tumbuhan. Semua protozoa memerlukan kelembaban yang tinggi pada habitat apapun. Beberapa jenis protozoa laut merupakan bagian dari zooplankton. Protozoa laut yang lain hidup di dasar laut. Spesies yang hidup di air tawar dapat berada di danau, sungai, kolam, atau genangan air. Ada pula protozoa yang tidak bersifat parasit yang hidup di dalam usus termit atau di dalam rumen hewan ruminansia. Di dalam ekosistem air protozoa merupakan zooplankton.
2.3.4    Ciri-ciri
            Ciri-ciri umum dari protozoa yaitu :
·       Organisme uniseluler (bersel tunggal)
·       Eukariotik (memiliki membran nukleus)
·       Hidup soliter (sendiri) atau berkoloni (kelompok)
·       Umumnya tidak dapat membuat makanan sendiri (heterotrof)
·       Hidup bebas, saprofit atau parasit
·       Dapat membentuk sista untuk bertahan hidup
·       Alat gerak berupa pseudopodia, silia, atau flagela
            Ciri-ciri protozoa sebagai hewan adalah gerakannya yang aktif dengan silia atau flagen, memiliki membran sel dari zat lipoprotein, dan bentuk tubuhnya ada yang bisa berubah-ubah. Adapun yang bercirikan sebagai tumbuhan adalah ada jenis protozoa yang hidup autotrof.
2.3.5    Kebiasaan Makan dan cara makan
            Protozoa umumnya mendapatkan makanan dengan memangsa organisme lain (bakteri) atau partikel organik, baik secara fagositosis maupun pinositosis. Senyawa makromolekul yang tidak dapat berdifusi melalui membran, dapat masuk sel secara pinositosis. Pinositosis ("peminuman seluler") merupakan salah satu jenis endositosis di mana sel "meneguk" tetesan fluida ekstraseluler dalam vesikula kecil. Tetesan cairan masuk melalui saluran pada membrane sel, saat saluran penuh kemudian masuk ke dalam membrane yang berikatan denga vakuola. Vakuola kecil terbentuk, kemudian dibawa ke bagian dalam sel, selanjutnya molekul dalam vakuola dipindahkan ke sitoplasma. Partikel makanan yang lebih besar dimakan secara Fagositosis oleh sel yang bersifat amoeboid dan anggota lain dari kelompok Sarcodina. Partikel dikelilingi oleh bagian membran sel yang fleksibel untuk ditangkap kemudian dimasukkan kedalam sel oleh vakuola besar (vakuola makanan). Ukuran vakuola mengecil kemudian mengalami pengasaman. Lisosom memberikan enzim ke dalam vakuola makanan tersebut untuk mencernakanmakanan, kemudian vakuola membesar kembali. Hasil pencernaan makanan didispersikan ke dalam sitoplasma secara pinositosis, dan sisa yang tidak tercerna dikeluarkan dari sel. Cara inilah yang digunakan protozoa untuk memangsa bakteri.
2.3.6    Fisiologi
            Protozoa umumnya bersifat aerobik nonfotosintetik, tetapi beberapa protozoa dapat hidup pada lingkungan ananaerobik. Protozoa umumnya mendapatkan makanan dengan memangsa organisme lain (bakteri) atau partikel organik, baik secara fagositosis maupun pinositosis.
            Protozoa yang hidup di lingkungan air, maka oksigen dan air maupun molekul-molekul kecil dapat berdifusi melalui membran sel. Senyawa makromolekul yang tidak dapat berdifusi melalui membran, dapat masuk sel secarapinositosis. Tetesan cairan masuk melalui saluran pada membran sel, saat saluran penuh kemudian masuk ke dalam membrane yang berikatan denga vakuola. Vakuola kecil terbentuk, kemudian dibawa ke bagian dalam sel, selanjutnya molekul dalam vakuola dipindahkan ke sitoplasma. Partikel makanan yang lebih besar dimakan secara fagositosis oleh sel yang bersifat amoeboid dan anggota lain dari kelompok Sarcodina. Partikel dikelilingi oleh bagian membran sel yang fleksibel untuk ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam sel oleh vakuola besar (vakuola makanan). Ukuran vakuola mengecil kemudian mengalami pengasaman. Lisosom memberikan enzim ke dalam vakuola makanan tersebut untuk mencernakan makanan, kemudian vakuola membesar kembali. Hasil pencernaan makanan didispersikan ke dalam sitoplasma secara pinositosis, dan sisa yang tidak tercerna dikeluarkan dari sel. Cara inilah yang digunakan protozoa untuk memangsa bakteri. Pada kelompok Ciliata, ada organ mirip mulut di permukaan sel yang disebut sitosom. Sitosom dapat digunakan menangkap makanan dengan dibantu silia. Setelah makanan masuk ke dalam vakuola makanan kemudian dicernakan, sisanya dikeluarkan dari sel melalui sitopig yang terletak disamping sitosom.
2.3.7    Reproduksi
            Reproduksi pprotozoa dilakukan dengan reproduksi vegetatif dan reproduksi secara generatif. Reproduksi Vegetatif dilakukan dengan pembelahan biner. Beberapa protozoa bereproduksi secara seksual, beberapa aseksual, sementara beberapa menggunakan kombinasi. Perkembangbiakan Rhizopoda yang biasa dilakukan adalah dengan pembelahan biner. Dalam kondisi yang sesuai mereka mengadakan pembelahan secara setiap 15 menit. Peristiwa ini dimulai dengan pembelahan inti sel atau bahan inti menjadi dua.

Gambar pembelahan biner
            Pembelahan biner, kemudian diikuti dengan pembelahan sitoplasmanya, menjadi dua yang masing-masing menyelubungi inti selnya. Selanjutnya bagian tengah sitoplasma menggenting diikuti dengan pemisahan sitoplasma. Akhirnya setelah sitoplasma telah benar-benar terpisah, maka terbentuknya dua sel baru yang masing-masing mempunyai inti baru dan sitoplasma yang baru pula.
            Reproduksi generatif pada prozoa biasanya terjadi pada Cilliata yang dilakukan dengan Konjugasi yaitu dengan cara penggabungan atau penyatuan fisik sementara antara dua individu kemudian terjadi pertukaran nukleus. Dengan demikian, akan terjadi perpaduan sifat yang dibawa oleh kedua individu tersebut dan menghasilkan satu individu baru.
Gambar reproduksi dengan konjugasi
            Dua Paramaecium saling mendekat dan menempel pada bagian mulut sel untuk kawin, lalu terbentuk tabung konjugasi. Mikronukleus masing-masing individu bermeosis 2 kali, lalu menghasilkan 4 mikronukleus haploid pada masing-masing individu. Tiga mikronukleus melebur/hilang dan satu mikronukleus akan membelah secara mitosis menjadi dua mikronukleus. Pasangan tersebut kemudian mempertukarkan satu mikronukleusnya. Mikronukleus yang sudah dipertukarkan akan melebur dengan makronukleus sehingga terjadilah singami dan terbentuklah zigot nucleus yang diploid. Kemudian pasangan paramaecium memisah. Zigot nucleus masing-masing membelah secara mitosis sebanyak 3 kali berturut turut sehingga terbentuk 8 mikronukleus yang identic pada asing-masing paramaecium. Selanjutnya masing-masing makronukleus yang asli hancur. (kenapa hancur?karena yang berperan dalam proses konjugasi hanya mikronukleus, sedangkan makronukleus untuk proses metabolisme). Empat mikronukleus akan hilang sehingga tersisa empat mikronukleus. Tiga mikronukleus akan bergabung menjadi satu mikronukleus dan satu mikronukleus lainnya akan tetap menjadi mikronukleus.
Pergiliran Fase Aseksual dan Seksual
Sporozoa melakukan reproduksi secara vegetative (aseksual) dan generatif (seksual). Sporozoa memiliki pergiliran antara fase seksual dan aseksualnya. Reproduksi vegetatif dilakukan dengan pembentukan spora. Reproduksi generatif dilakukan dengan pembentukan gamet dan dilanjutkan dengan penyatuan gamet jantan dan betina.

Gambar reproduksi seksual dan aseksual

 2.3.7   Adaptasi
            Sebagai predator, protozoa beradaptasi dengan memangsa uniseluler atau berserabut ganggang, bakteri, dan microfungi. Protozoa memainkan peran baik sebagai herbivora dan konsumen dari rantai makanan. Protozoa juga memainkan peranan penting dalam mengendalikan populasi bakteri dan biomasa. Protozoa dapat menyerap makanan melalui membran sel mereka, beberapa, misalnya amoebas, mengelilingi dan menelan makanan itu, dan yang lain lagi memiliki bukaan atau "mulut pori-pori" ke mana mereka menyapu makanan. Semua protozoa yang mencerna makanan di perut mereka seperti kompartemen disebut vakuola. Sebagai komponen dari mikro-dan meiofauna, protozoa merupakan sumber makanan penting bagi microinvertebrates. Dengan demikian, peran ekologis protozoa dalam transfer bakteri dan ganggang produksi ke tingkat trophic berurutan adalah penting.
            Beberapa protozoa memiliki tahap kehidupan bolak-balik antara tahap proliferatif (misalnya trophozoites) dan kista aktif. Seperti kista, protozoa dapat bertahan hidup kondisi yang sulit, seperti terpapar ke suhu yang ekstrem dan bahan kimia berbahaya, atau waktu lama tanpa akses terhadap nutrisi, air, atau oksigen untuk jangka waktu tertentu. Menjadi spesies parasit, kista memungkinkan untuk bertahan hidup di luar tuan habitat aslinya, dan memungkinkan mereka transmisi dari satu host ke yang lain. Ketika protozoa adalah dalam bentuk trophozoites (Yunani, tropho = untuk memberi makan), mereka secara aktif memberi makan dan tumbuh. Proses protozoa yang mengambil bentuk kista disebut encystation, sedangkan proses mentransformasikan kembali ke trophozoite disebut excystation. Protozoa dapat mereproduksi dengan pembelahan biner atau beberapa fisi. Beberapa protozoa bereproduksi secara seksual, beberapa aseksual, sementara beberapa menggunakan kombinasi, (mis. Coccidia). Seorang individu protozoon adalah hermaphroditic.

2.3.8    Klasifikasi protozoa
Berdasarkan alat geraknya protozoa dibagi menjadi empat kelas yaitu :
1.                  Kelas Rhizopoda
Ciri-ciri khusus hewan ini adalah alat geraknya yang berupa kaki semu (pseudopodium). Struktur tubuhnya terdiri dari protoplasma yang dibatasi oleh membran. Kaki semu merupakan penjuluran protoplasma sel. Proses penjuluran plasma ini berlangsung sedemikianrupa, mula- mula bagian protoplasma yaitu endoplasma yang kental (plasmogel) mencair sementara menjadi plasmosol, sehingga mudah bergerak membentuk penjuluran. Kemudian jika plasmosol mengental , maka penjuluran tertarik kembali. Kaki semu pada Rhizopoda ada dua tipe yaitu: Tipe lobodia dan Tipe filopodia. Tipe lobodia berbentuk agak lebar dengan ujung penjuluran berbentuk tabung. Protoplasma tersusun atas ektoplasma dan endoplasma. Berbeda dengan tipe lobodia, tipe filopodiamemiliki ujung penjuluran yang meruncing dan biasanya bercabang, protoplasma-nya tersusun atas ektoplasma saja. Kelas Rhizopoda terbagi menjadi beberapa kelompok: Amoeba, Foraminifera, Radiolaria, dan Haliozoa.
Amoeba ada yang dibungkus cangkang atau tanpa selubung cangkang (telanjang). Amoeba telanjang dari genus Amoeba dan Pelomyxa, bentuknya asimetris dan bentuk ini selalu berubah, Sebaliknya amoeba bercangkang memperlihatkan simetris bagian luarnya (cangkangnya). Sitoplasma terbagi dalam ekto dan endoplasma. Pseudopodia ada yang tipe lobopodia (pada amoeba telanjang) atau tipe filopodia (pada amoeba bercangkang). Pada lobofodia, penjuluran lebih besar dan mengandung ekto dan endoplasma, sedang pada filopodia lebih kecil dan hanya tersusun dari ektoplasma. Cangkang berasal dari sekresi sitoplasma berupa silika atau khitin, atau materi dari luar yang melekat. Protoplasma terdiri dari beberapa lapisan yaitu : Plasmolemma (lapisan luar sebagai membran sel), Ektoplasma (Lapisan protoplasma yang berwarna bening), dan Endoplasma (Protoplasma yang berbutir). Di dalam endoplasma ini terdapat: Nukleus yang berfungsi untuk mengatur kegiatan sel. Vakuola berdenyut, berfungsi untuk mengatur kadar air dalam tubuhnya, berarti menjaga tekanan osmosis sel agar konstan (osmoregulator), vakuola makanan, berfungsi untuk mencernakan makanan, karena mengeluarkan enzim. Sari makanan diserap protoplasma, sisa makanan dibuang.           

Gambar struktur amoeba
            Foraminifera, pseudopodianya seperti benang, bercabang dan saling bersambungan disebut reticulopodia. Foraminifera mensekresikan bahan cangkang yang komposisinya terutama kalsium karbonat plus sedikit bahan organik seperti silikat dan magnesium sulfat. Bentuk cangkang berbeda dengan pada amoeba bentuk bisa unicolar (cangkang beruang satu) atau multicolar (cangkang beruang dua). Karena penambahan ruang mengikuti pola simetris maka cangkangmulticolarmempunyai bentuk yang jelas ada yang berbentuk garis lurus, atau seperti dompol bawang, atau mungkin bentuk spiral seperti pada siput. Sebagian besar Foraminifera adalah benthos (melekat pada dasar lautan ), tetapi ada juga yang sebagai plankton seperti Globigerina.

Gambar Foraminifera
Radiolaria, merupakan protozoa yang paling cantik. Seluruhnya hidup di laut dan terutama sebagai plankton. Ukurannya cukup besar dengan diameter mulai dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter. Tubuh radiolaria bentuknya bulat dan terbagi menjadi bagian luar dan bagian dalam. Bagian dalam yang mengandung satu sampai beberapa inti terbungkus oleh kapsul sentral dari bahan kitin yang berlubang-lubang yang memungkinkan sitoplasma bagian dalam berhubungan dengan sitoplasma bagian luar (ekstra kapsula sitoplasma). Pseudopodia bertipe filopodia, reticulapodia, atau axopodia, yang tumbuh dari sentral kapsul. Rangka hampir selalu terdapat pada radiolaria,biasanya mengandung silika.  Susunan rangka ada dua tipe. Tipe yang pertama tiperadial, tersusun dalam bentuk seperti duri atau jarum yang mencuat ke atas. Tipe kedua berupa kisi-kisi berbentuk bola.

Gambar Radiolaria
Helizoa, dikenal dengan binatang matahari. Pseudopodia lurus seperti jarum disebut axopodia, muncul dari permukaan tubuh. Setiap axopodia mengandung benang axial sentral yang tertutup oleh ektoplasma yang bergranular. Tubuh heliozoa terbagi atas dua bagian: bagian luar (korteks sering berupa vakuola besar), dan bagian dalam atau medula berisi protoplasma dengan satu sampai beberapa nukleus, dan bonggol-bonggol axial. Walaupun tidak bercangkang, heliozoa bisa saja mengandung pasir atau diatome atau silika. Komponen rangka ini menempel pada bagian luar lapisan gelatin yang menyelubungi sel heliozoa.

Gambar Helizoa
2.                  Kelas Mastigophora (Flagellata)
Superklas Mastighopora mencakup protozoa yang menggunakan flagela (bulu cambuk) sebagai alat gerak dewasa (mastik = cambuk) dan dianggap sebagai protozoa yang paling sederhana. Alat geraknya berupa flagel (bulu cambuk). Bergerak dengan flagel (bulu cambuk) yang digunakan juga sebagai alat indera dan alat bantu untuk menangkap makanan. Flagel terletak pada ujung anterior tubuh.Di lihat dari bentuknya , flagellata terbagi menjadi 2 yaitu : Fitoflagellata dan Zooflagellata. Fitoflagellata (berbentuk seperti tumbuhan ) yang
mengandung klorofil dan bersifat fotosintetik. Contoh : Euglena. Zooflagellata (berbentuk seperti hewan) yang tidak mempunyai klorofil dan bersifat heterotrof. Contoh : Trypanosoma.

Gambar morfologi plagellata pada Euglena dan Trypanosoma
3.                  Kelas Cilliata
            Kelas Cilliatea merupakan bagian dari Cilliophora. Jenisnya terbesar dari semua kelas Protozoa. Semua anggotanya memiliki bulu getar( silia) sebagai alat gerak atau untuk menangkap makanan, dan sebagian besar memiliki mulut atau sitostome. Satu ciri Cilliophora adalah memiliki dua inti ; Makronukleus (vegetatif) adn Mikronukleus (generatif). Kebanyakan ciliata berbentuk simetris kecuali ciliate primitiv, simetrinya radial. Tubuhnya diperkuat oleh perikel, yaitu lapisan luar yang disusun oleh sitoplasma padat. Tubuhnya diselimuti oleh silia , yang menyelubungi seluruh tubuh utama disebut silia somatik. Ciliata tidak mempunyai struktur khusus pertukaran udara dan sekresi nutrisi dan cara makan. Ciliata memiliki mulut atau sitosom yang terbuka menjadi saluran pendek. Contohnya adalah Paramaecium.

Gambar Paramecium
4.                  Kelas Sporozoa
            Hewan ini menyerupai spora yang infektif. Tidak memiliki alat gerak khusus, tapi bersifat parasit. Zigot mampu bereproduksi membentuk spora. Pembiakan secara vegetatif (aseksual) disebut juga Skizogoni dan secara generatif (seksual) disebut Sporogoni. Contohnya adalah Plasmodium.


Gambar Plasmodium