Senin, 02 Desember 2013

filum arthopoda dan moluska

Filum Arthopoda
  Definisi dan Klasifikasi
Arthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthro yang berarti ruas dan podos yang berarti kaki. Jadi, Arthropoda berarti hewan yang kakinya beruas-ruas. Organisme yang tergolong filum arthropoda memiliki kaki yang berbuku-buku. Arthropoda adalah filum terbesar dalam cabang ilmu zoology, mencakup serangga, laba-laba, udang, dan kepiting. Arthropoda memiliki habitat di berbagai tempat seperti di laut, air tawar, darat dan lingkungan udara termasuk berbagai hubungan simbiosisnya. Semua anggota filum ini mempunyai tubuh beruas-ruas dan kerangka luar yang tersusun dari kitin. Rongga tubuh utama disebut hemocoel. Hemocoel terdiri dari sejumlah ruangan kecil yang dipompa oleh jantung. Jantung terletak pada sisi dorsal dari tubuhnya. Begitu juga di dalam gua, arthropoda memgang peranan penting dan mempunyai keanekaragaman tinggi dan paling berhasil beradaptasi dalam lingkungan gua. Arthropoda banyak ditemukan sebagi hewan yang khas dan teradaptasi dengan lingkungan gua. Arthropoda menyumbang sekitar 80% hewan khas gua. Sedangkan secara morfologi Arthropoda dicirikan dengan badan yang beruas biasnya mencapai lebih dari 21 ruas, yang tiap ruasnya mempunyai sepasang anggota badan (appendages) namun sepasang anggota badan ini ada yang mereduksi atau berubah bentuk dan fungsi sesuai dengan kebutuhan masing-masing kelompok. Ciri penting lain adalah kelompok arthropoda tidak memunyai struktur tulang di dalam tubuhnya. Arthropoda mempunyai struktur dinding badan keras yang menutupi tubuh bagian luar untuk melindungi bagian dalam tubuh yang biasanya disebut eksosekeleton. Bagian paling luar mempunyai struktur yang paling keras dan diperkuat oleh khitin. Meskipun keras namun strukutur ini masih memungkinkan pergerakan di tiap ruas.
Filum Arthropoda dibagi ke dalam 5 kelas, antara lain :
1.      Kelas Arachnida
Kelas Arachnoidea terdri atas sekelompok  Arthropoda yang beberapa diantaranya tidak memiliki wakil yang memadai yang masih hidup. Beberapa ahli zoology mengklasifikasikan kelompok hewan-hewan tersebut di atas menjadi beberapa ordo dalam satu klas Arachnida, tetapi beberapa ahli lain membagi menjadi beberapa klas dan super klas atau sub Phyla.
2.      Kelas Crustacea
Sebagai wakil representative adalah cambarus viridis. Hidup di air tawar, di danau atau di dalam kolam. Tubuh Cambarus sebelah luar terdapat kutikula dimana kutikula disusun oleh pectin dan garam-garam mineral.
3.      Kelas Diplopoda
Diplopoda sering disebut hewan berkaki seribu, tubuh agak bulat panjang, terdiri atas kurang lebih 25-100 ruas. Sebagian ruas memiliki dua ruas menjadi satu. Sepasang atau dua pasang kaki pada ruas ke 17 pada hewan jantan mengalami modifikasi membentuk alat kopulasi.
4.      Kelas Chilopoda
Chilopoda biasa disebut Lipan, bertubuh pipih-dorsoventral terdiri atas 15-175 ruas, yang masing-masing memiliki sepasang kaki, kecuali 2 ruas terakhir dan 1 ruas maka yang pertama yajni kepala. Ruas terakhir memiliki sepasang alat penjepit yang beracun, yang berguna untuk membunuh hewan lain. Antenna panjang terdiri atas 12 ruas.
5.      Kelas Insecta
Insekta atau serangga disebut juga Hexapoda merupaka kelas yang tersebar didalam arthropoda, beranggotakan kurang lebih 675.000 spesies yang tersebart di semua penjuru dunia. Merupakan invertebrate yang hidup ditempat yang kering dan dapat terbang.

B.     Morfologi dan Anatomi
Permukaan tubuh dilindungi kutikula yang tersusun dai zat kitin yang ditambah dengan garam-garam mineral dan bersifat sangat keras. Tubuhnya dibedakan menjadi cefalotorak dan abdomen yang terdiri dari segmen-segmen (kepala 5, torak 8, dan abdomen 6) masing-masing dengan satu pasang anggota tubuh yang terdiri atas ruas-ruas. Setiap segmen tubuh dibedakan atas tergum (bagian dorsal), sternum (bagian ventral), pleura (lateral tubuh) (Kastawi, 2009)
Cefalotorak terdiri atas 13 segmen yang terlindung oleh karapak. Ujung anterior karapak merupakan rostrum. Antena dan antenula merupakan struktur indera. Kaki jalan berfungsi untuk bergerak, memegang makanan, dan membersihkan tubuhnya. Kaki renang sebagai alat renang, respirasi, dan pembawa telur pada hewan betina

C.    Manfaat dan Athropoda
1.      Udang dan kepiting merupakan makanan sumber protein yang sangat disenangi karena dagingnya yang enak. Udang dan kepiting juga dapat dijadikan sebagai hiasan karena rangka luarnya yang keras.
2.      Beberapa jenis udang yang sangat kecil seperti Daf­nia, Copepoda, Estheria, dan Conchostraca, dengan ukuran kurang dari 1 mm, merupakan plankton dan makanan bagi hewan-hewan yang lebih besar. De­ngan demikian, Arthropoda jenis ini merupakan mata rantai makanan dalam kehidupan di air. Untuk kehidupan di darat bertindak sebagai mata rantai makanan adalah Arthropoda jenis Insecta.
3.      Arthropoda dari kelompok Collembola yang men­diami permukaan tanah menghasilkan pupuk. yaitu kotorannya yang merupakan bahan humus. Humus tidak saja sebagai pupuk tetapi juga menjaga tanah agar terhindar dari erosi. Adanya humus berpeng­aruh baik terhadap kandungan air dan udara dalam tanah, sehingga tumbuhan yang tumbuh di ternpat itu dapat menyerap zat-zat hara dengan mudah.
 Filum Mollusca
  Definisi dan Klasifikasi
Mollusca berasal dari bahasa latin yaitu molluscus yang artinya lunak. Jadi, Filum Mollusca adalah kelompok hewan invretebrata yang memiliki tubuh lunak. Tubuh lunaknya itu dilindungi oleh cangkang, meskipun ada juga yang tidak bercangkang. Mollusca yang sudah tidak asing lagi bagi kita adalah siput. Siput merupakan salah satu Mollusca yang teramsuk ke dalam kelas gastropoda. yaitu berjalan dengan menggunakan perutnya. Molusca merupakan hewan yang mempunyai bentuk morfologi tubuh yang lunak. Hidup sejak periode Cambrian, terdapat lebih dari 100.000 spesies hidup dan 35.000 spesies fosil kebanyakan dijumpai di laut dangkal dan adapula yang hidup pada kedalaman sampai 7000 meter beberapa lainnya mempunyai habitat air payau, air tawar dan daratan (Aslan dkk.,  2010). Mollusca  umumnya hidup bebas, beberapa melekat pada karang, cangkang ataupun kayu dan ada beberapa jenis juga yang membenamkan diri dalam lumpur ataupun di dasar perairan lainnya, seperti Cumi-cumi (Loligo sp.) yang berenang bebas di lautan (Wahyuningsi, 2002).
Berdasarkan struktur tubuh, Moluska dibagi menjadi lima kelas, yaitu Amphineura Gastropoda, Scaphopoda, Cephalopoda, dan Pelecypoda.
a)      Kelas Amphineura
Hewan ini memiliki tubuh simetri bilateral, dengan satu atau beberapa lembaran atau keping cangkang (plate atau valva) atau tanpa valva yang merupakan eksoske leton. Mempunyai beberapa insang di dalam rongga mantelnya. Saat ini sudah dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu Aplacophora (tidak bercangkang),  Monoplacophora (bercangkang tunggal/satu sisi) dan Polyplacophora. Hewan ini memiliki ciri-ciri, yaitu cangkangnya memiliki susunan yang bertumpuk-tumpuk seperti susunan genting, hidupnya melekat di dasar perairan. Pada mulutnya dilengkapi dengan lidah parut atau radula. Contohnya adalah Chiton Perhatikan Gambar 2. Anggota kelas ini hidup di laut (sekitar pantai), menempel pada batu-batu menggunakan kaki perutnya. Contoh anggota kelas ini adalah Chiton sp dan Neopilina sp.

b Kelas Gastropoda
Gastropoda berarti hewan yang menggunakan perutnya sebagai kaki (gastros: perut dan podos: kaki). Kelas ini merupakan kelas dengan anggota terbesar. Tempat hidupnya di laut, air tawar, maupun di daratan. Sebagian besar bercangkang, sehingga tubuhnya membelit menyesuaikan dengan bentuk cangkangnya. Pada kepalanya terdapat dua pasang tentakel, sepasang tentakel pendek sebagai alat pembau dan sepasang lainnya lebih panjang sebagai alat penglihat. Hewan ini bersifat hermaprodit, tetapi tidak pernah terjadi pembuahan sendiri. Contoh anggota kelas ini yaitu Achatina fulica (bekicot), Pilla ampulacea (Siput sawah), Cypraea sp., dan Conus sp. 

      Kelas Scaphopoda
Anggota kelas ini hidup di laut pada pantai berlumpur. Tubuhnya simetri bilateral, dilindungi oleh cangkang tubular (seperti taring atau terompet) yang terbuka di kedua ujungnya. Kakinya kecil dan berguna untuk menggali liang. Kepalanya memiliki beberapa tentakel, tidak memiliki insang. Contoh jenisnya adalah Dentalium sp. 

     Kelas Cephalopoda
Cephalopoda merupakan kelas Mollusca yang sudah maju, mempunyai endoskeleton, eksoskeleton, atau tanpa keduanya, tubuhnya simetri bilateral, pada kepalanya terdapat lengan-lengan yang mempunyai sucker (batil penghisap). Cephalopoda berarti hewan yang mempunyai kaki di kepala. Tubuhnya terdiri atas kepala, leher, badan. Kepala Cephalopoda dilengkapi 1 pasang mata dan 8 buah tentakel atau 10 buah (2 tentakel dan 8 lengan) yang berfungsi untuk menangkap mangsa. Contoh anggota kelas ini adalah Nautilus sp., Cumi-cumi (Loligo indica), sotong (Sepia officinalis) dan gurita (Octopus). Perhatikan Gambar 4. Nautilus sp.

e     Kelas Pelecypoda
Pelecypoda memiliki kaki pipih seperti kapak, memiliki dua buah cangkang sehingga disebut dengan bivalvia, dan memiliki lempengan- lempengan insang sehingga disebut juga lamelli branchiata. Mantelnya menempel pada cangkang. Di tepi cangkang, mantel tersebut secara terus-menerus membentuk cangkang baru sehingga cangkang makin lama makin besar dan menggelembung. Cangkang Pelecypoda terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan nakreas, lapisan prismatik, dan periostrakum. Lapisan nakreas merupakan lapisan terdalam. Lapisan ini sering disebut lapisan mutiara, atau disebut juga mother of nacre, berupa kristal-kristal halus yang mengandung kalsium karbonat, mengkilat bila terkena cahaya. Namun demikian tidak semua anggota Pelecypoda bisa membuat mutiara. Di luar nakreas terdapat lapisan prismatik, terdiri atas zat kapur yang tebal berbentuk prisma. Di luar lapisan prismatik terdapat periostrakum, yaitu lapisan tipis dan berwarna gelap, tersusun oleh zat tanduk dan mudah mengelupas. Contoh anggota kelas ini adalah kerang air tawar (Anadonta sp.), kerang mutiara (Pinctada margaritivera), Mytilus sp., dan kima raksasa (Tridacna maxima)

Jumat, 01 November 2013

Ikan Lele Dumbo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Klasifikasi Ikan Lele Dumbo
Kedudukan ikan lele dumbo dalam sistematika (taksonomi) hewan dikalsifikasikan sebagai berikut :
          Phylum                          : Chordata
          Klass                             : Pisces
          Sub klas             : Teleostei
          Ordo                              : Ostariophysi
          Sub ordo           : Siluroidea
          Famili                            : Claridae
          Genus                            : Clarias
          Species                          : Clarias gariepinus
                                                                                    (Sumber : Budi Santoso, 1994)
2.2  Morfologi
          Ciri-ciri khusus ikan lele dumbo dapat dilihat dari beberapa bagian tubuhnya antara lain: bentuk badannya memanjang, bagian kepala gepeng atau pipih, batok kepala umumnya keras dan meruncing ke belakang dan seluruh bagian tubuhnya mulai dari moncong mulut hingga bagian ekornya tidak ditutupi oleh sisik. 
Ikan lele dumbo mempunyai lima buah sirip, yang terdiri dari :
1)      Dua sirip pasang (ganda) yaitu: sirip dada (pectoral) dan sirip perut (ventral).
2)      Tiga sirip tunggal yaitu : sirip punggung (dorsal), sirip ekor (caudal) dan sirip dubur (anal

Ciri-ciri morfologis lainnya adalah sungutnya. Menurut Budi Santoso (1994:18) ”sungut berada disekitar mulut berjumlah delapan buah atau empat pasang yang terdiri dari: sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, sungut mandibular dalam dua buah, serta sungut maxilar dua buah”. 
             Menurut Setiawan (2000:6), ciri-ciri induk ikan lele jantan dan betina yang siap pijah adalah sebagai berikut.
 
1)      Ciri-ciri induk ikan lele jantan:
a. Alat kelamin tampak jelas memerah.
b.
Warna tubuh agak kemerah-merahan.
c.
Tubuh ramping dan gerakannya lincah.
d.
Jika bagian perut secara perlahan diurut kearah anus akan keluar cairan berwarna putih
   
susu.
2)      Ciri-ciri induk ikan betina:
a. Bagian perut tampak membesar ke arah anus dan jika diraba terasa lembek.
b.
Lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak membesar.
c.
Jika bagian perut secara perlahan diurut kearah anus,akan keluar beberapa butir-butir
   
berwarna hijau tua dan ukurannya relatif besar.
d.
Gerakannya lambat”.
  Berikut ini adalah gambar ciri-ciri induk ikan lele jantan dan betina seperti yang ditunjukan dalam gambar 3 di bawah ini.
2.3  Habitat
Habitat ikan lele dumbo perlu diketahui untuk dapat menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai didalam membudidayakan ikan lele sehigga pertumbuhan dan daya kelangsungan hidupnya dapat optimal.
    Budi Santoso (1994:19) menyatakan bahwa: habitat alami ikan lele pada umumnya adalah semua perairan tawar, misalnya waduk, bendungan, danau, rawa, dan genangan air tawar lainnya yang arus airnya mengalir secara perlahan atau lambat.
Habitat dapat disesuaikan dengan persyaratan yang dituntut untuk hidup dan berkembang tumbuh sesuai dengan tingkat stadianya. Tempat berlindung bagi ikan lele dapat berupa pelindung seperti tanaman air, pralon dan bambu. Kedalaman air di kolam induk antara 60 – 125 cm dan di kolam benih antara 15 – 40 cm. Lele akan hidup lebih baik di air yang tergenang dengan kedalaman tertentu (kedalaman tertinggi 125 cm). informasi mengenai habitat dapat digunakan untuk memilih lokasi, mendesain dan mengkonstruksi wadah budidaya.
(Departemen Pertanian, 1992)
2.4  Sifat dan Tingkah Laku
     Pada siang hari ikan lele dumbo jarang menampakkan aktivitasnya dan lebih menyukai tempat yang bersuasana sejuk dan gelap. Hal ini sesuai dengan salah satu sifatnya yang nokturnal. Hernowo dan Suyanto (2007:4) menyatakan bahwa ”pada dasarnya ikan lele disebut binatang nokturnal artinya bersifat aktif pada malam hari atau suasana gelap”.
     Ikan lele dumbo terkenal rakus. Menurut Budi Santoso (1994:20), ”lele dumbo terkenal rakus, karena mempunyai ukuran mulut yang cukup lebar hingga mampu menyantap makanan di dasar perairan. Makanan berupa bangkai seperti: ayam, bebek, dan bangkai unggas lainnya dilahapnya dengan menggunakan giginya dan mencabik-cabik bangkai itu hingga habis”.   
2.5  Reproduksi
Kriteria kuantitatif sifat reproduksi ikan lele dumbo dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Kriteria Kuantitatif Reproduksi Ikan Lele Dumbo
NO
KRITERIA
SATUAN
JENIS KELAMIN
JANTAN
BETINA
1.
Umur Induk
Bulan
8 – 12
12 - 15
2.
Panjang Standar
Cm
40 – 45
38 – 40
3.
Bobot badan pertama matang gonad
g/ekor
500 – 750
400 – 500
4.
Fekunditas
butir/kg bobot tubuh
-
50.000 – 100. 000
5.
Diameter telur
Mm
-
1,4 – 1,5
(Sumber : SNI, 2000)

2.6   Pemijahan
Menurut Rifianto dan Wardinigsih (2000), pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sel sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan perkawinan.
     Budi Santoso (1994) menyatakan bahwa ”pemijahan ikan lele secara alami ditandai dengan terlihatnya sepasang induk yang saling berkejar-kejaran. Induk jantan mengejar-ngejar induk betina yang melepaskan telurnya dan pada saat yang hampir bersamaan induk jantan mengeluarkan sperma sehingga terjadilah pertemuan antara sel telur dengan sperma (fertilisasi). Secara alamiah ikan lele dumbo memijah pada awal dan akhir musim penghujan”.
     Menurut Gusrina (2008:159), ”pada ikan lele yang akan dilakukan pemijahan secara buatan yaitu dengan menyuntikan hormon gonadotropin ke dalam tubuh induk betina dan dilakukan pengambilan sperma dengan membedah perut induk jantan serta melakukan pengurutan (stripping) pada induk betina. Telur ditampung di dalam mangkok dan dalam waktu yang bersamaan sperma yang telah disiapkan sebelumnya dicampur dengan telur”.
A.    Jenis hormon gonadotropin yang dapat digunakan antara lain adalah:
  1. Kelenjar Hipofisa.
Kelenjar hipofisa banyak sekali mengandung hormon terutama hormon yang berhubungan dengan perkembangan dan pematangan gonad. Hormon tersebut diantaranya adalah Gonadotropin yaitu GTH I dan GTH II, sehingga ekstrak kelenjar hipofisa sering digunakan sebagai perangsang pematangan gonad.
  1. Hormon Chorionic Gonadotropin (hCG).
hCG adalah hormon gonadotropin yang disekresi oleh wanita hamil dan disintesa oleh sel-sel sintitio tropoblas dari placenta.
  1. Ovaprim
Ovaprim adalah campuran analog salmon GnRH dan anti dopamine. Ovaprim juga berperan dalam memacu terjadinya ovulasi. Pada proses pematangan gonad GnRH analog yang terkandung didalamnya berperan merangsang hipofisa untuk melepaskan gonadotropin.
(Sumber:Gusrina, 2008)
B.     Teknik penyuntikan
Teknik penyuntikan pada pemijahan ikan secara buatan dapat dilakukan secara intra muscular (penyuntikan ke dalam otot), intra peritonial (penyuntikan pada rongga perut), dan intra cranial (penyuntikan pada rongga otak). (Rifianto dan Wardiningsih, 2000).
2.7  Fekunditas Ikan
Menurut Rifianto dan Wardiningsih (2000), bahwa fekunditas ikan adalah jumlah telur yang terlepas pada ovarium sebelum berlangsungnya pemijahan.
Fekunditas ini sangat mempengaruhi jumlah anak ikan yang akan dihasilkan oleh induk yang dipijahkan. Pada umumnya fekunditas berhubungan erat dengan berat badan, panjang badan, umur, dan ukuran butir telur. Fekunditas ikan dapat dihitung dengan beberapa cara, yaitu :
a.       Metode Jumlah
Metode jumlah merupakan metode yang paling teliti, sebab perhitungan telur dilakukan satu per satu atau secara sensus. Tetapi metode ini hanya dapat dilakukan pada ikan-ikan yang memiliki jumlah telur sedikit sehingga metode ini karena banyak menghabiskan waktu dan tenaga.
b.      Metode Volumetrik
Metode volumetrik dengan mengukur volume seluruh telur dengan cara pemindahan. Kemudian sebagian kecil jumlah telur tersebut diambil dan diukur volume dan jumlah telurnya. 


c.       Metode Grafimetrik
Metode ini disebut juga metode berat. Cara melakukannya seperti metode volumetrik, hanya pengukuran volume diganti dengan berat. Rumusnya adalah sebagai berikut.
  1. Metode Von Bayer
Metode ini dilakukan dengan cara megukur garis tengah (diameter) rata-rata telur dan mengukur volume telur keseluruhan, lalu dibandingkan dengan tabel von bayer (panjang telur dibagi dengan jumlah telur sama dengan diameter rata-rata telur).
Diameter telur diukur dengan menggunakan alat seperti mistar yang berskala inci atau milimeter. Sejumlah telur-telur dijajarkan sehingga membentuk panjang tertentu. Diameter dari rata-rata telur tersebut adalah panjang jajaran telur dibagi dengan jumlah telur.
2.8  Makanan dan Kebiasaan Makan
     Hernowo dan Suyanto (2007:4) mengatakan: ”pakan alami lele adalah binatang-binatang renik yang hidup di lumpur dasar maupun di dalam air. Selain itu, lele juga dapat memakan kotoran atau bahan apa saja yang ada di air. Lele juga mau memakan berbagai bahan makanan berupa limbah pertanian, limbah rumah tangga maupun limbah industri bahan makanan seperti : nasi, sisa lauk pauk, limbah kotoran binatang ternak, ampas kelapa, ampas tahu. Pakan buatan pabrik dalam bentuk pelet sebenarnya sangat digemari lele. Walaupun lele dapat memakan segala macam makanan, tetapi karena dasarnya bersifat karnivora (pemakan daging) maka pertumbuhannya akan lebih pesat bila diberi pakan yang mengandung protein hewani daripada bila diberi pakan dari bahan nabati”.   
2.9  Pemeliharaan Larva
Menurut Lagler (1956) dalam Gusrina (2008), larva adalah organisme yang masih berbentuk primitif atau belum mempunyai organ tubuh lengkap seperti induknya untuk menjadi bentuk definitif yaitu metamorfosa.
  Perawatan larva merupakan hal yang penting dalam proses produksi benih ikan karena tingkat mortalitasnya tinggi.
Menurut Rifianto dan Wardiningsih (2000:5.25) “Fase larva ada dua macam yaitu pro-larva dan post-larva, sehingga perawatannya pun harus dibedakan antara kedua hal tersebut.
  1. Perawatan pro-larva
Fase pro-larva ditandai dengan adanya kuning telur masih dalam kantongnya. Dalam hal ini larva tidak memerlukan makanan tambahan dari luar tubuh, sehingga dalam perawatannya diperlukan perhatian yang khusus terhadap kesehatan larva ataupun kualitas airnya.
  1.   Perawatan Post-larva
Fase post-larva ditandai dengan menghilangnya kantong kuning telur dan timbul lipatan sirip serta bintik pigmen. Pada fase ini larva sudah memerlukan pakan tambahan dari luar tubuhnya untuk mempertahankan hidupnya dan pertumbuhannya. Agar mortalitas dapat ditekan seminimal mungkin, maka harus diketahui kapan larva memerlukan pakan dan jenis pakan serta dosis pemberian yang tepat”.
Perawatan larva dilakukan dengan cara pemberian pakan, penggantian air media, pemberian aerasi dan penyiponan untuk membuang sisa makanan dan kotoran yang terdapat pada media perawatan larva. Budi Santoso (1995:31), menyatakan bahwa Padat penebaran yang optimal adalah 65-100 ekor/m2 luas kolam. Setelah larva ikan lele berumur 2-3 minggu dan mencapai ukuran 0,5-2 cm, larva sudah siap untuk dipanen. (Gusrina, 2008).
a)    Pemberian Pakan
Selama pemeliharaan berilah pakan yang bergizi tinggi seperti kutu air, cacing rambut (tubifek) atau jentik nyamuk hidup dan pakan alami lainnya secara kontinu yang cukup jumlah dan mutunya. Pertumbuhan badan setelah dipelihara selama 14 hari dapat mencapai 2-3 cm. (Budi Santoso, 1995:31).
Artemia salina merupakan salah satu jenis pakan alami yang dapat dijadikan pakan tambahan selama pemeliharaan larva.
“Dalam menetaskan kista Artemia ada dua metode yang dapat dilakukan yaitu metoda Dekapsulasi dan metoda tanpa Dekapsulasi. Metoda penetasan dengan cara dekapsulasi adalah suatu cara penetasan kista Artemia dengan melakukan proses penghilangan lapisan luar kista dengan menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Sedangkan metoda penetasan tanpa dekapsulasi adalah suatu cara penetasan Artemia tanpa melakukan proses penghilangan lapisan luar kista tetapi secara langsung ditetaskan dalam wadah penetasan. Kista Artemia dapat ditetaskan pada media yang mempunyai salinitas 5-35 permil. Media penetasan tersebut dapat dipergunakan air laut biasa atau membuat air laut tiruan. Air laut tiruan dapat dibuat dengan menggunakan air tawar ditambahkan unsur-unsur mineral yang sangat dibutuhkan untuk media penetasan. Apabila garam-garam mineral ini sulit untuk diperoleh dapat digunakan air tawar biasa ditambahkan dengan garam dapur. Jumlah kepadatan kista yang dapat ditetaskan antara 5-7 gram/liter”. (Rifianto dan Wardiningsih, 2000).
Dalam waktu 24-36 jam setelah pemasukan kista menetas menjadi nauplius Artemia (Rifianto dan Wardiningsih, 2000). Setelah ditetaskan nauplius Artemia dipanen dengan cara sebagai berikut.
1.      Lepaskan aerasi yang ada di dalam wadah penetasan.
2.      Lakukan penutupan wadah penetasan pada bagian atas dengan menggunkan plastik hitam agar nauplius Artemia berkumpul pada bagian bawah wadah penetasan. Artemia memiliki sifat fototaksis positif yang akan bergerak menuju sumber cahaya.
3.      Diamkan beberapa waktu (± 15-30 menit) sampai seluruh nauplius Artemia berkumpul di dasar wadah.
4.      Lakukan penyedotan dengan menggunakan selang untuk mengambil nauplius Artemia dan ditampung dalam kain saringan yang diletakkan di dalam wadah penampungan.
5.      Bersihkan nauplius Artemia yang telah dipanen dengan menggunakan air tawar yang bersih dan siap untuk diberikan kepada larva.

Priyambodo dan Tri Wahyuningsih (2001:44) menyatakan bahwa untuk 1 gram kista artemia berisi kira-kira 300.000 butir kista.
b)      Kualitas Air
     Salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemeliharaan ikan lele adalah penjagaan kualitas air agar tetap dalam kondisi Optimal. Menurut Gusrina (2008), pergantian air dilakukan setiap 2-3 hari hari sekali atau tergantung dari kebutuhan. Jumlah air yang diganti sebanyak 50-70 % dengan cara menyipon.
Penyiponan dilakukan bertujuan untuk menyedot kotoran dan sisa pakan yang ada di dasar perairan. Penyiponan sebaiknya dilakukan dua hari sekali, penyiponan dilakukan dengan cara memasukan selang sipon ke dalam wadah penetasan, penyiponan dilakukan secara hati-hati agar larva tersebut tidak tersedot.
Kisaran optimal parameter kualitas air yang ideal dalam pemeliharaan ikan lele dumbo dapat dilihat pada tabel 2 adalah sebagai berikut.
Tabel. 2 Kisaran Parameter Kualitas Air yang ideal dalam pemeliharaanikan lele  dumbo
PARAMETER
KISARAN
Suhu (oC)
25 -30
pH
6,5 – 8,5
Ketinggian Air (cm)
25 – 40
DO (ppm)
5 – 6
 (Sumber : Gusrina, 2008)
2.10          Pengendalian Hama dan Penyakit
Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele dumbo tidak luput dari serangan hama dan penyakit.
a.       Hama ikan lele dumbo
Menurut Gusrina (2008), Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh dan mempengaruhi produktivitas ikan baik secara langsung maupun secara bertahap.
Menurut Rahmat Rukmana (2003), Hama penting yang perlu diwaspadai adalah ular, katak, berang-berang, burung musang air, ikan gabus dan belut. Pencegahan serangan hama dapat dilakukan dengan pengawasan secara kontinu atau kolam ditutup dengan kawat kasa.
b.      Penyakit ikan lele dumbo
Menurut Gusrina (2008), penyakit adalah terganggunya kesehatan ikan yang diakibatkan oleh berbagai sebab yang dapat mematikan ikan. Secara garis besar penyakit yang menyerang ikan dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu penyakit infeksi (penyakit menular dan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular).
Jenis Penyakit yang sering menyerang lele dumbo adalah penyakit parasitik yang disebabkan oleh protozoa, bakteri, dan virus. Penyakit parasitik juga dikenal sebagai penyakit infeksi karena menimbulkan luka pada ikan yang terserang. Sebaliknya penyakit yang non-parasitik tidak menimbulkan luka pada ikan yang terserang sehingga disebut penyakit non-infeksi.
Menurut Harsono dan Abbas (2002), jenis protozoa penyebab timbulnya infeksi pada ikan lele dumbo adalah Ichthyopthirius sp, Trichodina sp, dan Chilodonella sp. Penyakit yang ditimbulkan oleh serangan protozoa adalah penyakit bintik putih (White spot diseases). Faktor-faktor abiotik yang berpengaruh terhadap serangan penyakit protozoa adalah kekurangan makan, kekurangan oksigen terlarut dan fluktuasi suhu yang sangat drastis. Jenis bakteri penyebab timbulnya penyakit pada ikan lele dumbo adalah Aeromonas sp, Pseudomonas sp, dan mycobacterium sp. Virus yang menyerang ikan lele dumbo pada umumnya adalah Rabdo-virus.
2.11          Pemanenan Larva
Gusrina (2008), menyatakan bahwa Larva/benih ikan lele dumbo dapat dipanen setelah berumur 2-3 minggu dan mencapai ukuran 0,5-2 cm. Agar benih tidak stres, pemanenan dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu rendah.
Cara memanen larva/benih dalam wadah pemeliharaan (bak) yaitu dengan cara menyurutkan air yang ada di dalam bak secara perlahan, selanjutnya benih ditangkap secara hati-hati dengan menggunakan seser (serokan) halus. (Gusrina, 2008).