BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Ikan Lele Dumbo
Kedudukan ikan lele dumbo dalam sistematika (taksonomi) hewan dikalsifikasikan
sebagai berikut :
Phylum :
Chordata
Klass : Pisces
Sub klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Species : Clarias gariepinus
Klass : Pisces
Sub klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Species : Clarias gariepinus
(Sumber
: Budi Santoso, 1994)
2.2 Morfologi
Ciri-ciri khusus ikan
lele dumbo dapat dilihat dari beberapa bagian tubuhnya antara lain: bentuk
badannya memanjang, bagian kepala gepeng atau pipih, batok kepala umumnya keras
dan meruncing ke belakang
dan seluruh bagian tubuhnya mulai
dari moncong mulut hingga bagian ekornya tidak ditutupi oleh sisik.
Ikan lele
dumbo mempunyai lima buah sirip, yang terdiri dari :
1)
Dua
sirip pasang (ganda) yaitu: sirip dada (pectoral)
dan sirip perut (ventral).
2)
Tiga
sirip tunggal yaitu : sirip punggung (dorsal),
sirip ekor (caudal) dan sirip dubur (anal
Menurut Setiawan (2000:6), ciri-ciri induk
ikan lele jantan dan betina yang siap pijah adalah sebagai berikut.
1) Ciri-ciri induk ikan lele jantan:
a. Alat kelamin tampak jelas memerah.
b. Warna tubuh agak kemerah-merahan.
c. Tubuh ramping dan gerakannya lincah.
d. Jika bagian perut secara perlahan diurut kearah anus akan keluar cairan berwarna putih
susu.
a. Alat kelamin tampak jelas memerah.
b. Warna tubuh agak kemerah-merahan.
c. Tubuh ramping dan gerakannya lincah.
d. Jika bagian perut secara perlahan diurut kearah anus akan keluar cairan berwarna putih
susu.
2) Ciri-ciri induk ikan betina:
a. Bagian perut tampak membesar ke
arah anus dan jika diraba terasa lembek.
b. Lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak membesar.
c. Jika bagian perut secara perlahan diurut kearah anus,akan keluar beberapa butir-butir
berwarna hijau tua dan ukurannya relatif besar.
d. Gerakannya lambat”.
b. Lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak membesar.
c. Jika bagian perut secara perlahan diurut kearah anus,akan keluar beberapa butir-butir
berwarna hijau tua dan ukurannya relatif besar.
d. Gerakannya lambat”.
2.3 Habitat
Habitat ikan lele dumbo perlu diketahui untuk dapat
menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai didalam membudidayakan ikan lele
sehigga pertumbuhan dan daya kelangsungan hidupnya dapat optimal.
Budi Santoso
(1994:19) menyatakan bahwa: habitat alami ikan lele pada umumnya adalah semua
perairan tawar, misalnya waduk, bendungan, danau, rawa, dan genangan air tawar
lainnya yang arus airnya mengalir secara perlahan atau lambat.
Habitat
dapat disesuaikan dengan persyaratan yang dituntut untuk hidup dan berkembang
tumbuh sesuai dengan tingkat stadianya. Tempat berlindung bagi ikan lele dapat
berupa pelindung seperti tanaman air, pralon dan bambu. Kedalaman air di kolam
induk antara 60 – 125 cm dan di kolam benih antara 15 – 40 cm. Lele akan hidup
lebih baik di air yang tergenang dengan kedalaman tertentu (kedalaman tertinggi
125 cm). informasi mengenai habitat dapat digunakan untuk memilih lokasi,
mendesain dan mengkonstruksi wadah budidaya.
(Departemen
Pertanian, 1992)
2.4 Sifat
dan Tingkah Laku
Pada siang
hari ikan lele dumbo jarang menampakkan aktivitasnya dan lebih menyukai tempat
yang bersuasana sejuk dan gelap. Hal ini sesuai dengan salah satu sifatnya yang
nokturnal. Hernowo dan Suyanto (2007:4) menyatakan bahwa ”pada dasarnya ikan
lele disebut binatang nokturnal artinya bersifat aktif pada malam hari atau
suasana gelap”.
Ikan lele
dumbo terkenal rakus. Menurut Budi Santoso
(1994:20), ”lele dumbo terkenal rakus, karena mempunyai ukuran mulut yang cukup
lebar hingga mampu menyantap makanan di dasar perairan. Makanan berupa bangkai
seperti: ayam, bebek, dan bangkai unggas lainnya dilahapnya dengan menggunakan
giginya dan mencabik-cabik bangkai itu hingga habis”.
2.5 Reproduksi
Kriteria kuantitatif sifat reproduksi ikan lele dumbo
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Kriteria Kuantitatif Reproduksi Ikan Lele
Dumbo
NO
|
KRITERIA
|
SATUAN
|
JENIS KELAMIN
|
|
JANTAN
|
BETINA
|
|||
1.
|
Umur Induk
|
Bulan
|
8 – 12
|
12 - 15
|
2.
|
Panjang Standar
|
Cm
|
40 – 45
|
38 – 40
|
3.
|
Bobot badan pertama matang gonad
|
g/ekor
|
500 – 750
|
400 – 500
|
4.
|
Fekunditas
|
butir/kg bobot tubuh
|
-
|
50.000 – 100. 000
|
5.
|
Diameter telur
|
Mm
|
-
|
1,4 – 1,5
|
(Sumber : SNI,
2000)
2.6 Pemijahan
Menurut Rifianto dan Wardinigsih (2000), pemijahan adalah
proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sel sperma oleh induk jantan
yang kemudian diikuti dengan perkawinan.
Budi Santoso (1994) menyatakan
bahwa ”pemijahan ikan lele secara alami ditandai dengan terlihatnya sepasang
induk yang saling berkejar-kejaran. Induk jantan mengejar-ngejar induk betina
yang melepaskan telurnya dan pada saat yang hampir bersamaan induk jantan
mengeluarkan sperma sehingga terjadilah pertemuan antara sel telur dengan sperma
(fertilisasi). Secara alamiah ikan lele dumbo memijah pada awal dan akhir musim
penghujan”.
Menurut Gusrina (2008:159), ”pada
ikan lele yang akan dilakukan pemijahan secara buatan yaitu dengan menyuntikan
hormon gonadotropin ke dalam tubuh
induk betina dan dilakukan pengambilan sperma dengan membedah perut induk
jantan serta melakukan pengurutan (stripping)
pada induk betina. Telur ditampung di dalam mangkok dan dalam waktu yang
bersamaan sperma yang telah disiapkan sebelumnya dicampur dengan telur”.
A.
Jenis hormon gonadotropin yang dapat digunakan antara
lain adalah:
- Kelenjar Hipofisa.
Kelenjar hipofisa
banyak sekali mengandung hormon terutama hormon yang berhubungan dengan
perkembangan dan pematangan gonad. Hormon tersebut diantaranya adalah Gonadotropin yaitu GTH I dan GTH II,
sehingga ekstrak kelenjar hipofisa
sering digunakan sebagai perangsang pematangan gonad.
- Hormon Chorionic Gonadotropin (hCG).
hCG adalah hormon gonadotropin yang disekresi oleh wanita
hamil dan disintesa oleh sel-sel sintitio tropoblas dari placenta.
- Ovaprim
Ovaprim adalah campuran analog salmon GnRH dan anti
dopamine. Ovaprim juga berperan dalam memacu terjadinya ovulasi. Pada proses pematangan gonad GnRH analog yang terkandung
didalamnya berperan merangsang hipofisa
untuk melepaskan gonadotropin.
(Sumber:Gusrina, 2008)
B.
Teknik
penyuntikan
Teknik penyuntikan pada pemijahan ikan secara buatan
dapat dilakukan secara intra muscular
(penyuntikan ke dalam otot), intra
peritonial (penyuntikan pada rongga perut), dan intra cranial (penyuntikan pada rongga otak). (Rifianto dan
Wardiningsih, 2000).
2.7
Fekunditas Ikan
Menurut Rifianto dan Wardiningsih (2000), bahwa
fekunditas ikan adalah jumlah telur yang terlepas pada ovarium sebelum
berlangsungnya pemijahan.
Fekunditas ini sangat mempengaruhi jumlah anak ikan yang
akan dihasilkan oleh induk yang dipijahkan. Pada umumnya fekunditas berhubungan
erat dengan berat badan, panjang badan, umur, dan ukuran butir telur.
Fekunditas ikan dapat dihitung dengan beberapa cara, yaitu :
a.
Metode
Jumlah
Metode jumlah merupakan metode yang paling teliti, sebab
perhitungan telur dilakukan satu per satu atau secara sensus. Tetapi metode ini
hanya dapat dilakukan pada ikan-ikan yang memiliki jumlah telur sedikit
sehingga metode ini karena banyak menghabiskan waktu dan tenaga.
b.
Metode
Volumetrik
Metode volumetrik dengan mengukur volume seluruh telur
dengan cara pemindahan. Kemudian sebagian kecil jumlah telur tersebut diambil
dan diukur volume dan jumlah telurnya.
|
c.
Metode
Grafimetrik
Metode ini disebut juga metode berat. Cara melakukannya
seperti metode volumetrik, hanya pengukuran volume diganti dengan berat.
Rumusnya adalah sebagai berikut.
- Metode Von Bayer
Metode ini dilakukan dengan cara megukur garis tengah
(diameter) rata-rata telur dan mengukur volume telur keseluruhan, lalu
dibandingkan dengan tabel von bayer (panjang telur dibagi dengan jumlah telur
sama dengan diameter rata-rata telur).
Diameter telur diukur dengan menggunakan alat seperti
mistar yang berskala inci atau milimeter. Sejumlah telur-telur dijajarkan
sehingga membentuk panjang tertentu. Diameter dari rata-rata telur tersebut
adalah panjang jajaran telur dibagi dengan jumlah telur.
2.8
Makanan dan Kebiasaan Makan
Hernowo dan Suyanto (2007:4)
mengatakan: ”pakan alami lele adalah binatang-binatang renik yang hidup di
lumpur dasar maupun di dalam air. Selain itu, lele juga dapat memakan kotoran
atau bahan apa saja yang ada di air. Lele juga mau memakan berbagai bahan
makanan berupa limbah pertanian, limbah rumah tangga maupun limbah industri
bahan makanan seperti : nasi, sisa lauk pauk, limbah kotoran binatang ternak,
ampas kelapa, ampas tahu. Pakan buatan pabrik
dalam bentuk pelet sebenarnya sangat digemari lele. Walaupun lele dapat memakan
segala macam makanan, tetapi karena dasarnya bersifat karnivora (pemakan
daging) maka pertumbuhannya akan lebih pesat bila diberi pakan yang mengandung
protein hewani daripada bila diberi pakan dari bahan nabati”.
2.9 Pemeliharaan
Larva
Menurut Lagler (1956) dalam
Gusrina (2008), larva adalah organisme yang masih berbentuk primitif atau belum
mempunyai organ tubuh lengkap seperti induknya untuk menjadi bentuk definitif
yaitu metamorfosa.
Perawatan larva
merupakan hal yang penting dalam proses produksi benih ikan karena tingkat
mortalitasnya tinggi.
Menurut Rifianto dan Wardiningsih (2000:5.25) “Fase larva
ada dua macam yaitu pro-larva dan post-larva, sehingga perawatannya pun harus
dibedakan antara kedua hal tersebut.
- Perawatan pro-larva
Fase pro-larva ditandai dengan adanya kuning telur masih
dalam kantongnya. Dalam hal ini larva tidak memerlukan makanan tambahan dari
luar tubuh, sehingga dalam perawatannya diperlukan perhatian yang khusus
terhadap kesehatan larva ataupun kualitas airnya.
- Perawatan
Post-larva
Fase post-larva ditandai dengan menghilangnya kantong
kuning telur dan timbul lipatan sirip serta bintik pigmen. Pada fase ini larva
sudah memerlukan pakan tambahan dari luar tubuhnya untuk mempertahankan
hidupnya dan pertumbuhannya. Agar mortalitas dapat ditekan seminimal mungkin,
maka harus diketahui kapan larva memerlukan pakan dan jenis pakan serta dosis
pemberian yang tepat”.
Perawatan larva dilakukan dengan cara pemberian pakan,
penggantian air media, pemberian aerasi dan penyiponan untuk membuang sisa
makanan dan kotoran yang terdapat pada media perawatan larva. Budi Santoso (1995:31), menyatakan bahwa Padat
penebaran yang optimal adalah 65-100 ekor/m2 luas kolam. Setelah
larva ikan lele berumur 2-3 minggu dan mencapai ukuran 0,5-2 cm, larva sudah siap
untuk dipanen. (Gusrina, 2008).
a)
Pemberian
Pakan
Selama pemeliharaan berilah pakan yang bergizi tinggi
seperti kutu air, cacing rambut (tubifek)
atau jentik nyamuk hidup dan pakan alami lainnya secara kontinu yang cukup
jumlah dan mutunya. Pertumbuhan badan setelah dipelihara selama 14 hari dapat
mencapai 2-3 cm. (Budi Santoso, 1995:31).
Artemia salina merupakan
salah satu jenis pakan alami yang dapat dijadikan pakan tambahan selama
pemeliharaan larva.
“Dalam menetaskan kista Artemia ada dua metode yang dapat dilakukan yaitu metoda Dekapsulasi dan metoda tanpa Dekapsulasi. Metoda penetasan dengan
cara dekapsulasi adalah suatu cara penetasan kista Artemia dengan melakukan
proses penghilangan lapisan luar kista dengan menggunakan larutan hipoklorit
tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Sedangkan metoda penetasan tanpa
dekapsulasi adalah suatu cara penetasan Artemia tanpa melakukan proses
penghilangan lapisan luar kista tetapi secara langsung ditetaskan dalam wadah
penetasan. Kista Artemia dapat ditetaskan pada media yang mempunyai salinitas
5-35 permil. Media penetasan tersebut dapat dipergunakan air laut biasa atau
membuat air laut tiruan. Air laut tiruan dapat dibuat dengan menggunakan air
tawar ditambahkan unsur-unsur mineral yang sangat dibutuhkan untuk media
penetasan. Apabila garam-garam mineral ini sulit untuk diperoleh dapat
digunakan air tawar biasa ditambahkan dengan garam dapur. Jumlah kepadatan
kista yang dapat ditetaskan antara 5-7 gram/liter”. (Rifianto dan Wardiningsih,
2000).
Dalam waktu 24-36 jam setelah pemasukan kista menetas
menjadi nauplius Artemia (Rifianto
dan Wardiningsih, 2000). Setelah ditetaskan nauplius
Artemia dipanen dengan cara sebagai berikut.
1.
Lepaskan aerasi
yang ada di dalam wadah penetasan.
2.
Lakukan penutupan
wadah penetasan pada bagian atas dengan menggunkan plastik hitam agar nauplius Artemia berkumpul pada bagian
bawah wadah penetasan. Artemia
memiliki sifat fototaksis positif yang akan bergerak menuju sumber cahaya.
3.
Diamkan beberapa
waktu (± 15-30 menit) sampai seluruh nauplius
Artemia berkumpul di dasar wadah.
4.
Lakukan penyedotan
dengan menggunakan selang untuk mengambil nauplius
Artemia dan ditampung dalam kain saringan yang diletakkan di dalam wadah
penampungan.
5.
Bersihkan nauplius Artemia yang telah dipanen
dengan menggunakan air tawar yang bersih dan siap untuk diberikan kepada larva.
Priyambodo dan Tri Wahyuningsih (2001:44) menyatakan bahwa untuk 1 gram kista artemia berisi kira-kira 300.000 butir kista.
b)
Kualitas
Air
Salah
satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemeliharaan ikan lele
adalah penjagaan kualitas air agar tetap dalam kondisi Optimal. Menurut Gusrina (2008), pergantian air dilakukan
setiap 2-3 hari hari sekali atau tergantung dari kebutuhan. Jumlah air yang
diganti sebanyak 50-70 % dengan cara menyipon.
Penyiponan
dilakukan bertujuan untuk menyedot kotoran dan sisa pakan yang ada di dasar
perairan. Penyiponan sebaiknya dilakukan dua hari sekali, penyiponan dilakukan
dengan cara memasukan selang sipon ke dalam wadah penetasan, penyiponan
dilakukan secara hati-hati agar larva tersebut tidak tersedot.
Kisaran optimal
parameter kualitas air yang ideal dalam pemeliharaan ikan lele dumbo dapat dilihat pada tabel 2 adalah sebagai berikut.
Tabel. 2 Kisaran Parameter Kualitas Air yang ideal dalam
pemeliharaanikan lele dumbo
PARAMETER
|
KISARAN
|
Suhu (oC)
|
25 -30
|
pH
|
6,5 – 8,5
|
Ketinggian
Air (cm)
|
25 – 40
|
DO (ppm)
|
5 – 6
|
(Sumber : Gusrina, 2008)
2.10
Pengendalian Hama dan Penyakit
Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele dumbo tidak
luput dari serangan hama dan penyakit.
a.
Hama
ikan lele dumbo
Menurut Gusrina (2008), Hama adalah organisme pengganggu
yang dapat memangsa, membunuh dan mempengaruhi produktivitas ikan baik secara
langsung maupun secara bertahap.
Menurut Rahmat Rukmana (2003), Hama penting yang perlu
diwaspadai adalah ular, katak, berang-berang, burung musang air, ikan gabus dan
belut. Pencegahan serangan hama dapat dilakukan dengan pengawasan secara
kontinu atau kolam ditutup dengan kawat kasa.
b.
Penyakit
ikan lele dumbo
Menurut Gusrina (2008), penyakit adalah terganggunya
kesehatan ikan yang diakibatkan oleh berbagai sebab yang dapat mematikan ikan.
Secara garis besar penyakit yang menyerang ikan dapat dikelompokan menjadi dua
bagian yaitu penyakit infeksi (penyakit menular dan penyakit non infeksi
(penyakit tidak menular).
Jenis Penyakit yang sering menyerang lele dumbo adalah
penyakit parasitik yang disebabkan oleh protozoa, bakteri, dan virus. Penyakit
parasitik juga dikenal sebagai penyakit infeksi karena menimbulkan luka pada
ikan yang terserang. Sebaliknya penyakit yang non-parasitik tidak menimbulkan
luka pada ikan yang terserang sehingga disebut penyakit non-infeksi.
Menurut Harsono dan Abbas (2002), jenis protozoa penyebab
timbulnya infeksi pada ikan lele dumbo adalah Ichthyopthirius sp, Trichodina sp, dan Chilodonella sp. Penyakit
yang ditimbulkan oleh serangan protozoa adalah penyakit bintik putih (White
spot diseases). Faktor-faktor abiotik yang berpengaruh terhadap serangan penyakit
protozoa adalah kekurangan makan, kekurangan oksigen terlarut dan fluktuasi
suhu yang sangat drastis. Jenis bakteri penyebab timbulnya penyakit pada ikan
lele dumbo adalah Aeromonas sp, Pseudomonas sp, dan mycobacterium sp. Virus yang menyerang ikan lele dumbo pada umumnya
adalah Rabdo-virus.
2.11
Pemanenan Larva
Gusrina (2008), menyatakan bahwa Larva/benih ikan lele dumbo dapat dipanen
setelah berumur 2-3 minggu dan mencapai ukuran 0,5-2 cm. Agar benih tidak
stres, pemanenan dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu rendah.
Cara memanen larva/benih dalam wadah pemeliharaan (bak)
yaitu dengan cara menyurutkan air yang ada di dalam bak secara perlahan,
selanjutnya benih ditangkap secara hati-hati dengan menggunakan seser (serokan)
halus. (Gusrina, 2008).