1.1
Komponen Fisika
Parameter Kualitas Air
Parameter fisika air
yang paling berpengaruh dalam pemeliharaan ikan adalah suhu air,
Kecerahan/kekeruhan, dan warna air (Gusrina, 2008).
2.1.1 Suhu Air
Suhu
memegang peranan penting dalam berbagai aktivitas kimia dan fisika perairan.
Aktivitas kimia dan fisika seringkali mengalami peningkatan dengan naiknya
suhu. Mahida (1986) menyatakan bahwa tingkat oksidasi senyawa organik jauh
lebih besar pada suhu tinggi dibanding pada suhu rendah.
Suhu air di
sungai lebih bervariasi dibanding perairan pantai di sekitarnya. Hal ini
dipengaruhi oleh luas permukaan dan volume airnya. Pada sungai yang memiliki
volume air yang besar dapat ditemukan suhu vertikal. Kisaran suhu terbesar
terdapat pada permukaan perairan dan akan semakin kecil mengikuti kedalaman.
Keadaan
suhu alami memberikan kesempatan bagi ekosistem untuk berfungsi secara optimum.
Banyak kegiatan hewan air dikontrol oleh suhu, misalnya: migrasi, pemangsaan,
kecepatan berenang, perkembangan embrio dan kecepatan proses metabolisme. Oleh
sebab itu, perubahan suhu yang besar pada ekosistem perairan dianggap merugikan
(Clark, 1974).
Menurut
Hukum Van’t Hoffs bahwa kenaikan temperatur sebesar 10oC
(hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) dapat meningkatkan
aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali
lipat. Pola temperatur ekosistem akuatik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari
pepohonan yang tumbuh di tepi badan perairan. (Brehm & Maijering, 1990 dalam
Barus, 2004, hlm: 44). Kerapatan air tertinggi terjadi pada suhu 4 oC,
di atas dan di bawah suhu tersebut air akan berkembang dan menjadi lebih
ringan. Sifat unik ini menyebabkan air danau tidak membeku seluruhnya pada
musim dingin
2.1.2 Kecerahan/Kekeruhan
Kekeruhan
berbanding terbalik dengan kecerahan. Kedua parameter ini merupakan suatu
ukuran bias cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan
suspensi dari suatu polutan, antara lain berupa bahan organik, anorganik
buangan industri, rumah tangga, budidaya perikanan dan lain sebagainya yang
terkandung di dalam perairan (Wardoyo, 1981).
Kekeruhan
dan kecerahan merupakan salah satu faktor penting untuk penentuan produktivitas
suatu perairan alami. Meningkatnya kekeruhan dapat menurunkan kecerahan
perairan, serta mengurangi penetrasi matahari ke dalam air sehingga dapat
membatasi proses fotosintesis dan produktivitas primer perairan.
Odum (1971) mengemukakan bahwa kekeruhan dapat berperan
sebagai faktor pembatas perairan oleh partikel-partikel tanah, sebaliknya
kekeruhan dapat berperan sebagai indikator bagi produktivitas hayati perairan
jika kekeruhan itu disebabkan oleh bahan-bahan organik dan organisme hidup.
2.1.2 warna air
Menurut
Gusrina, 2008 warna suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu
sebagai berikut:
a. Warna hijau (hijau tua) sering dipengaruhi oleh alga
biru.
b. Warna kekuning-kuningan atau
coklat oleh diatomae.
c. Warna merah oleh zooplankton.
d. Warna hijau atau coklat kuning disebabkan oleh humus.
e. Warna coklat tua oleh bahan-bahan organik.
Penyerapan sinar didalam air sesungguhnya dilakukan oleh
partikel– partikel yang ada didalamya, seperti sediment, deditrus, binatang
atau tumbuh– tumbuhan air. Makin banyak partikel didalam sistim air makin
tinggi tingkat absorbsi. Karenanya didalam air dibandingkan dengan udara
penyerapan sinar lebih tinggi dialam air (Efendi, 2003).
Warna didalam air terbagi menjadi dua (2) yaitu
a.
Warna sejati
(true color)
Warna yang yang berasal dari
penguraian zat organik alami yaitu zat humus (asam humus dan asam flufik),
lignin, dimana merupakan sekelompok senyawa yang mempunyai sifat-sifat yang
mirip. Senyawa ini menyebabkan warna didalam air yang sukar dihilangkan
terutama jika konsentrasinya tinggi dan memerlukan pengolahan dengan kondisi
operasional yang khusus/berbeda dengan penghilangan warna semu.
Karakteristik
warna sejati pada air adalah:
1.
Air berwarna kuning
terang sampai coklat-merah
2.
Air relatif jernih.
3.
pH air relatif rendah
, dibawah 6 (rata-rata 3 – 5) oleh karena itu air dengan pH < 4,5 tidak
mengandung alkalinitas.
b. Warna semu (Apparent color)
Warna semu adalah warna yang disebabkan oleh :
1.
Partikel
partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir dll.)
2.
Partikel/dispersi
halus besi dan mangan
3.
Partikel-partikel
mikroorganisme (algae/lumut)
4.
Warna yang berasal
dari pemakaian zat warna oleh industri (tekstil, pengrajin batik, pabrik
kertas, dll.), seperti bahan pencelup, cat, pewarna makanan dll.
1.2
Komponen kimia
kualitas air
2.2.1 Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut,
adalah parameter kimia air yang terpenting didalam akuakultur. Kandungan
oksigen yang rendah akan mengakibatkan kematian ikan yang banyak, secara
langsung atau tidak langsung, Seperti juga manusia, ikan memerlukan oksigen
untuk proses respirasi (bernafas). Jumlah oksigen yang diperlukan oleh ikan
adalah bergantung kepada saiz (ukuran), kadar makan, tahap aktivitas, dan juga
suhu. Anak ikan atau benih memerlukan jumlah oksigen yang lebih dibandingkan
dengan ikan yang lebih besar, kerana kadar metabolik anak ikan lebih tinggi
Menurut Mills dalam
Effendi (2003), Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Oksigen
merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang
terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas,
turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan
atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil.
Menurut Zonneveld dalam
Kordi (2004), Kebutuhan oksigen mempunyai dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan
bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada keadaan
metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan
dari spesies tertentu di sebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel
darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial dalam air dan
derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah.
2.2.2 Karbondioksida (CO2)
Jumlah kandungan CO2 pada tahap 10 mg/l masih tidak
mendatangkan kesan kepada kehidupan ikan jika pada masa yang sama kandungan
oksigen didalam air yang tinggi. Air kolam yang yang mempunyai kadar penebaran
ikan yang normal, selalu mempunyai kandungan CO2 sekitar <5 mg/l. Bagi kolam yang
mempunyai kepadatan yang tinggi, misalnya bagi ternakan secara intensif,
kandungan CO2 adalah
pada tahap antara 0 mg/l pada sebelah tengahari dan 5 - 15 mg/l pada waktu
subuh Tahap kandungan CO2> 20 mg/l akan mendatangkan masalah
kepada ikan.
Ada dua cara yang dapat diamalkan untuk
mengurangkan kandungan CO2. Cara yang paling mudah adalah dengan
memberikan pengudaraan "aeration". Dengan cara ini CO2boleh
dibebaskan ke udara. Cara kedua adalah dengan menambah bahan yang terdiri dari
"carbonate" contoh nya CaCO3 atau Na2CO3.
Cara ini akan menghilangkan CO2dari air dan menyimpannya didalam
bentuk penampan "bicarbonate" atau "carbonate". Kita akan
sentuh perkara ini didalam perkara berkaitan dengan alkalinitas. (Benefield,
Lary D., Joseph F.,& Barron L. Weand. 1982)
2.2.3 pH air
Air hujan pada umumnya bersifat asam
akibat kontak dengan karbondioksida dan senyawa sulfur alami di udara. Sulfur
dioksida, nitrogen oksida serta hasil emisi industri lainnya akan lebih
meningkatkan ke asaman air hujan. Adapun air murni bersifat netral (PH 7), pada
kondisi demikian maka ion-ion penyusunnya (H+ dan OH) akan
terdisosiasi pada keadaan setimbang (Irianto, 2005).
Menurut Susanto (1991), keasaman air
atau yang populer dengan istilah pH air sangat berperan dalam kehidupan ikan.
Pada umumnya pH yang sangat cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,7 –
8,6. Namun begitu, ada jenis ikan yang karena hidup aslinya di rawa-rawa,
mempunyai ketahanan untuk tetap bertahan hidup pada kisaran pH yang sangat
rendah ataupun tinggi, yaitu antara 4 – 9, misalnya ikan sepat siam.
2.2.4 Kesadahan air
Menurut Kordi (1997), kesadahan adalah banyaknya garam-garam
mineral yang larut yang kationnya bervalensi dua, dimana kation tersebut pada
umumnya terdiri dari Ca dan Mg dengan anion CO-2 dan
HCO3- dinyatakan
dengan Mg/L CaCO3.
Kordi (1997) menjelaskan kembali bahwa
kalsium (Ca) di perairan berada dalam bentuk karbonat dan bikarbonat yaitu
merupakan senyawa yang umumnya terdapat, bahkan sering melimpah dalam suatu
perairan. Garam-garam karbonat dan bikarbonat tersebut merupakan komponen
penyangga essensial di perairan yang mengganggu kadar pH dan CO2. Dengan
demikian maka Ca yang terkandung didalam perairan sebagai petunjuk kesuburan
perairan. Sedangkan Magnesium (Mg) biasanya terdapat dalam larutan sebagai
karbonat dan sifat-sifatnya menyerupai bikarbonat. Satu perbedaan terdapat
antara keduanya yaitu MgCO2 sehingga jika CO2 diambil dari bikarbonat (misal dengan fotosintesis),
maka MgCO3 tidak mudah
mengendap. Jika perairan yang kadar kalsiumnya rendah, maka untuk meningkatkan
kadar Ca dan Mg perlu dilakukan pengapuran. Konsentrasi
total dari ion logam yang bervalensi dua terutama Ca dan Mg yang dinyatakan
dalam mg/l setara CaCO3 menunjukkan
tingkat kesadahan air. Total alkalinitas dan kesadahan air umumnya sama
besarnya. Namun pada beberapa perairan, total alkalinitas mungkin lebih besar
dari kesadahan atau sebaliknya. Tingkat total kesadahan dan total alkalinitas
air yang diperlukan untuk budidaya ikan umumnya terletak pada deret 20 - 300
mg/l. Bila total alkalinitas dan total kesadahan terlalu rendah dapat
ditingkatkan melalui penambahan kapur. Bila total kesadahan dan total
alkalinitas lebih tinggi dari yang diperlukan maka belum ada cara yang praktis
untuk usaha menurunkannya (Cholik.et.al, 1986).
Menurut
Templeton (1984) air hujan yang melalui udara mengabsorbsi karbondioksida dan
jumlahnya bisa meningkat jika melalui tanah terutama pada daerah berkapur untuk
kemudian akan bersifat asam saat terbentuk asam karbonat dan siap bercampur
dengan kalsium yang terkandung dalam tanah atau bebatuan. Kesadahan air pada
prinsipnya merupakan kadar kandungan kalsium bikarbonat (CaCO3) yang
terlarut dalam air. Kandungan kurang dari 20 mg/l merupakan tingkat yang masih
rendah sedangkan tingkat yang paling tinggi adalah jika kandungannya melebihi
300 mg/l dimana kesadahan ini dapat menyebabkan toksisitas melalui ion-ion
logam tertentu bagi ikan.
Menurut
Templeton (1984), kesadahan pada dasarnya menggambarkan kandungan Ca, Mg
dan ion-ion logam polivalen lainnya seperti Al, Fe, Mn,Sr, Zn, dan H yang
terlarut dalam air. Kation-kation tersebut terutama akan berkaitan dengan anion
bikarbonat, karbohidrat dan bila ada dengan sulfat. Tetapi karena hanya Ca dan
Mg yang biasa terdapat dalam peairan alami dalam jumlah yang ralatif besar,
sedangkan ion-ion logam lainnya ada dalam jumlah yang sedikit (dapat
diabaikan). Maka biasanya kesadahan dapat dianggap hanya menggambarkan
kandungan kalsium dan magnesium yang terlarut dalam air.
2.2.5 Alkalinitas
Alkalinitas adalah suatu parameter kimia perairan yang
menunjukan jumlah ion karbonat dan bikarbonat yang mengikat logam golongan
alkali tanah pada perairan tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk
menetralkan asam, atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer
capacity) terhadap perubahan pH. Perairan.mengandung alkalinitas ≥20 ppm
menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa
sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung pada pH,
alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion.
Nilai alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3 (Effendi,
2003).
Air dengan alkalinitas tinggi jarang dijumpai dalam akuakultur,
penggunaan kolam semen baru memang akan menyebabkan pH meningkat, sehingga
untuk pengoprasian kolam semen diperlukan tindakan pengisian air dan pengurasan
berulang-ulang sebelum kolam semen siap digunakan untuk budidaya. Lanjut
dikatakan bahwa pemberian kapur atau atau aliran air yang tidak baik setelah
pemberian kapur dapat berakibat alkalinitas air tinggi dan dapat bersifat fatal
terhadap ikan (Irianto, 2005).
Alkali ialah zat yang melepaskan ion hidroksil dalam air dan
mempunyai pH lebih besar dari 7, antara lain kapur (kalsium hidroksil) yang
ditambahkan pada tanah untuk menetralkan sifat asam yang berlebihan (McCahill,
1994).
2.2.6 Ammonia
Ammonia merupakan
perombakan senyawa nitrogen oleh senyawa organic renik yang dilakukan pada
perairan anaerob. Di dalam ammonia mempunyai dua bentuk senyawa yaitu senyawa
ammonia bukan ion (NH3) dan berupa ion ammonium (NH4)
(Gusrinah, 2008).
Dalam
kaitannya dengan usaha pembenihan ikan laut, NH3 akan dapat
meracuni ikan sedangkan NH4+ tidak berbahaya kecuali
dalam konsentrasi sangat tinggi. Konsentrasi NH3 yang
tinggi biasanya terjadi setelah fitoplankton mati kemudian diikuti dengan
penurunan pH air disebabkan konsentarsi CO2 meningkat. Batas
pengaruh yang mematikan ikan apabila konsentarsi NH3 pada
perairan tidak lebih dari 1 ppm karena dapat menghambat daya serap hemoglobin
darah terhadap oksigen dan ikan akan mati kartena sesak napas.
Perombakan senyawa nitrogen pada perairan aerob akan
menghasilkan senyawa nitrat yang dapat diserap oleh organisme nabati sampai
menjadi senyawa organik berupa protein (Gusrinah,
2008).
2.2.7 Asam Sulfida (H2S)
Asam
sulfida merupakan hasil perombakan yang belum sempurna dari bahan organik
yang mengandung sulfur akibat perairan yang anaerob. Hasil perombakan tersebut
dapat memperbesar pengurangan oksigen terlarut dan menimbulkan bau busuk (Gusrinah,
2008).
Senyawa
sulfur organik di perairan berasal dari buangan limbah industri dan limbah
rumah tangga atau ada kalanya lahan yang mempunyai kandungan sulfida seperti
daerah pertambangan batu bara. Konsentarsi maksimal asam sulfida yang tidak
membahayakan kehidupan ikan adalah 1 mg/liter (Gusrinah, 2008).
2.2.8 Salinitas
Salinitas
merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan
secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu
mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi
makanan, dan daya kelangsungan hidup. Salinitas ditentukan berdasarkan
banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Salinitas dipengaruhi oleh curah
hujan dan penguapan (evaporasi) yang terjadi suatu daerah. Berdasarkan
kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan
menjadi Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Ctenohaline) dan
Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar .(Euryhaline).
Golongan ikan laut merupakan golongan Ctenohaline yang hanya
mampu hidup di perairan dengan salinitas > 30 o/oo .
Umumnya salinitas air laut relatif stabil kecuali pada muara-muara sungai
dimana tempat pertemuan air tawar dan air laut.
Brotowidjoyo
(1995), reproduksi pada ikan dipengaruhi oleh kadar air, air juga mempengaruhi
distribusi dan lama hidup ikan serta orientasi migrasi. Kadar garam yang terkandung
dalam air dapat juga mempengaruhi regulasi osmotik dan menentukan banyaknya
telur-telur ikan dalam kolam budidaya atau
mempengaruhi reproduksi ikan.
lengkap dan sangat membantu sekali
BalasHapusElever Media Indonesia