Kamis, 14 Agustus 2014

komponen fisika dan kimia perairan


1.1              Komponen Fisika Parameter Kualitas Air
            Parameter fisika air yang paling berpengaruh dalam pemeliharaan ikan adalah suhu air, Kecerahan/kekeruhan, dan warna air (Gusrina, 2008).
2.1.1    Suhu Air
            Suhu memegang peranan penting dalam berbagai aktivitas kimia dan fisika perairan. Aktivitas kimia dan fisika seringkali mengalami peningkatan dengan naiknya suhu. Mahida (1986) menyatakan bahwa tingkat oksidasi senyawa organik jauh lebih besar pada suhu tinggi dibanding pada suhu rendah.
            Suhu air di sungai lebih bervariasi dibanding perairan pantai di sekitarnya. Hal ini dipengaruhi oleh luas permukaan dan volume airnya. Pada sungai yang memiliki volume air yang besar dapat ditemukan suhu vertikal. Kisaran suhu terbesar terdapat pada permukaan perairan dan akan semakin kecil mengikuti kedalaman.
            Keadaan suhu alami memberikan kesempatan bagi ekosistem untuk berfungsi secara optimum. Banyak kegiatan hewan air dikontrol oleh suhu, misalnya: migrasi, pemangsaan, kecepatan berenang, perkembangan embrio dan kecepatan proses metabolisme. Oleh sebab itu, perubahan suhu yang besar pada ekosistem perairan dianggap merugikan (Clark, 1974).
            Menurut Hukum Van’t Hoffs bahwa kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) dapat meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur ekosistem akuatik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi badan perairan. (Brehm & Maijering, 1990 dalam Barus, 2004, hlm: 44). Kerapatan air tertinggi terjadi pada suhu 4 oC, di atas dan di bawah suhu tersebut air akan berkembang dan menjadi lebih ringan. Sifat unik ini menyebabkan air danau tidak membeku seluruhnya pada musim dingin
2.1.2    Kecerahan/Kekeruhan
            Kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan. Kedua parameter ini merupakan suatu ukuran bias cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan, antara lain berupa bahan organik, anorganik buangan industri, rumah tangga, budidaya perikanan dan lain sebagainya yang terkandung di dalam perairan (Wardoyo, 1981).
            Kekeruhan dan kecerahan merupakan salah satu faktor penting untuk penentuan produktivitas suatu perairan alami. Meningkatnya kekeruhan dapat menurunkan kecerahan perairan, serta mengurangi penetrasi matahari ke dalam air sehingga dapat membatasi proses fotosintesis dan produktivitas primer perairan.
Odum (1971) mengemukakan bahwa kekeruhan dapat berperan sebagai faktor pembatas perairan oleh partikel-partikel tanah, sebaliknya kekeruhan dapat berperan sebagai indikator bagi produktivitas hayati perairan jika kekeruhan itu disebabkan oleh bahan-bahan organik dan organisme hidup.
2.1.2    warna air
            Menurut Gusrina, 2008 warna suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu sebagai berikut:
a. Warna hijau (hijau tua) sering dipengaruhi oleh alga biru.
b. Warna kekuning-kuningan atau coklat oleh diatomae.                      
c. Warna merah oleh zooplankton.
d. Warna hijau atau coklat kuning disebabkan oleh humus.
e. Warna coklat tua oleh bahan-bahan organik.
            Penyerapan sinar didalam air sesungguhnya dilakukan oleh partikel– partikel yang ada didalamya, seperti sediment, deditrus, binatang atau tumbuh– tumbuhan air. Makin banyak partikel didalam sistim air makin tinggi tingkat absorbsi. Karenanya didalam air dibandingkan dengan udara penyerapan sinar lebih tinggi dialam air (Efendi, 2003).
Warna didalam air terbagi menjadi dua (2) yaitu
a.            Warna sejati (true color)
            Warna yang yang berasal dari penguraian zat organik alami yaitu zat humus (asam humus dan asam flufik), lignin, dimana merupakan sekelompok senyawa yang mempunyai sifat-sifat yang mirip. Senyawa ini menyebabkan warna didalam air yang sukar dihilangkan terutama jika konsentrasinya tinggi dan memerlukan pengolahan dengan kondisi operasional yang khusus/berbeda dengan penghilangan warna semu.
Karakteristik warna sejati pada air adalah:
1.      Air berwarna kuning terang sampai coklat-merah
2.      Air relatif jernih.
3.      pH air relatif rendah , dibawah 6 (rata-rata 3 – 5) oleh karena itu air dengan pH < 4,5 tidak mengandung alkalinitas.
b.       Warna semu (Apparent color)
Warna semu adalah warna  yang disebabkan oleh :
1.       Partikel partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir dll.)
2.       Partikel/dispersi halus besi dan mangan
3.        Partikel-partikel mikroorganisme (algae/lumut)
4.      Warna yang berasal dari pemakaian zat warna oleh industri (tekstil, pengrajin batik, pabrik kertas, dll.), seperti bahan pencelup, cat, pewarna makanan dll.
1.2              Komponen kimia kualitas air
2.2.1    Oksigen terlarut (DO)
            Oksigen terlarut, adalah parameter kimia air yang terpenting didalam akuakultur. Kandungan oksigen yang rendah akan mengakibatkan kematian ikan yang banyak,  secara langsung atau tidak langsung, Seperti juga manusia, ikan memerlukan oksigen untuk proses respirasi (bernafas). Jumlah oksigen yang diperlukan oleh ikan adalah bergantung kepada saiz (ukuran), kadar makan, tahap aktivitas, dan juga suhu. Anak ikan atau benih memerlukan jumlah oksigen yang lebih dibandingkan dengan ikan yang lebih besar, kerana kadar metabolik anak ikan lebih tinggi
Menurut Mills dalam Effendi (2003), Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil.
Menurut Zonneveld dalam Kordi (2004), Kebutuhan oksigen mempunyai dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada keadaan metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu di sebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah.
2.2.2    Karbondioksida (CO2)
            Jumlah kandungan CO2 pada tahap 10 mg/l masih tidak mendatangkan kesan kepada kehidupan ikan jika pada masa yang sama kandungan oksigen didalam air yang tinggi. Air kolam yang yang mempunyai kadar penebaran ikan yang normal, selalu mempunyai kandungan CO2 sekitar <5 mg/l. Bagi kolam yang mempunyai kepadatan yang tinggi, misalnya bagi ternakan secara intensif, kandungan CO2 adalah pada tahap antara 0 mg/l pada sebelah tengahari dan 5 - 15 mg/l pada waktu subuh Tahap kandungan CO2> 20 mg/l akan mendatangkan masalah kepada ikan.
            Ada dua cara yang dapat diamalkan untuk mengurangkan kandungan CO2. Cara yang paling mudah adalah dengan memberikan pengudaraan "aeration". Dengan cara ini CO2boleh dibebaskan ke udara. Cara kedua adalah dengan menambah bahan yang terdiri dari "carbonate" contoh nya CaCO3 atau Na2CO3. Cara ini akan menghilangkan CO2dari air dan menyimpannya didalam bentuk penampan "bicarbonate" atau "carbonate". Kita akan sentuh perkara ini didalam perkara berkaitan dengan alkalinitas. (Benefield, Lary D., Joseph F.,& Barron L. Weand. 1982)
2.2.3    pH air
   Air hujan pada umumnya bersifat asam akibat kontak dengan karbondioksida dan senyawa sulfur alami di udara. Sulfur dioksida, nitrogen oksida serta hasil emisi industri lainnya akan lebih meningkatkan ke asaman air hujan. Adapun air murni bersifat netral (PH 7), pada kondisi demikian maka ion-ion penyusunnya (H+ dan OH) akan terdisosiasi pada keadaan setimbang (Irianto, 2005).
   Menurut Susanto (1991), keasaman air atau yang populer dengan istilah pH air sangat berperan dalam kehidupan ikan. Pada umumnya pH yang sangat cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,7 – 8,6. Namun begitu, ada jenis ikan yang karena hidup aslinya di rawa-rawa, mempunyai ketahanan untuk tetap bertahan hidup pada kisaran pH yang sangat rendah ataupun tinggi, yaitu antara 4 – 9, misalnya ikan sepat siam.
2.2.4    Kesadahan air
 Menurut Kordi (1997), kesadahan adalah banyaknya garam-garam mineral yang larut yang kationnya bervalensi dua, dimana kation tersebut pada umumnya terdiri dari Ca dan Mg dengan anion CO-2 dan HCO3- dinyatakan dengan Mg/L CaCO3. 
Kordi (1997) menjelaskan kembali bahwa kalsium (Ca) di perairan berada dalam bentuk karbonat dan bikarbonat yaitu merupakan senyawa yang umumnya terdapat, bahkan sering melimpah dalam suatu perairan. Garam-garam karbonat dan bikarbonat tersebut merupakan komponen penyangga essensial di perairan yang mengganggu kadar pH dan CO2. Dengan demikian maka Ca yang terkandung didalam perairan sebagai petunjuk kesuburan perairan. Sedangkan Magnesium (Mg) biasanya terdapat dalam larutan sebagai karbonat dan sifat-sifatnya menyerupai bikarbonat. Satu perbedaan terdapat antara keduanya yaitu MgCO2 sehingga jika CO2 diambil dari bikarbonat (misal dengan fotosintesis), maka MgCO3 tidak mudah mengendap. Jika perairan yang kadar kalsiumnya rendah, maka untuk meningkatkan kadar Ca dan Mg perlu dilakukan pengapuran. Konsentrasi total dari ion logam yang bervalensi dua terutama Ca dan Mg yang dinyatakan dalam mg/l setara CaCO3 menunjukkan tingkat kesadahan air. Total alkalinitas dan kesadahan air umumnya sama besarnya. Namun pada beberapa perairan, total alkalinitas mungkin lebih besar dari kesadahan atau sebaliknya. Tingkat total kesadahan dan total alkalinitas air yang diperlukan untuk budidaya ikan umumnya terletak pada deret 20 - 300 mg/l. Bila total alkalinitas dan total kesadahan terlalu rendah dapat ditingkatkan melalui penambahan kapur. Bila total kesadahan dan total alkalinitas lebih tinggi dari yang diperlukan maka belum ada cara yang praktis untuk usaha menurunkannya (Cholik.et.al, 1986).
            Menurut Templeton (1984) air hujan yang melalui udara mengabsorbsi karbondioksida dan jumlahnya bisa meningkat jika melalui tanah terutama pada daerah berkapur untuk kemudian akan bersifat asam saat terbentuk asam karbonat dan siap bercampur dengan kalsium yang terkandung dalam tanah atau bebatuan. Kesadahan air pada prinsipnya merupakan kadar kandungan kalsium bikarbonat (CaCO3) yang terlarut dalam air. Kandungan kurang dari 20 mg/l merupakan tingkat yang masih rendah sedangkan tingkat yang paling tinggi adalah jika kandungannya melebihi 300 mg/l dimana kesadahan ini dapat menyebabkan toksisitas melalui ion-ion logam tertentu bagi ikan.
            Menurut Templeton (1984), kesadahan pada dasarnya menggambarkan  kandungan Ca, Mg dan ion-ion logam polivalen lainnya seperti Al, Fe, Mn,Sr, Zn, dan H yang terlarut dalam air. Kation-kation tersebut terutama akan berkaitan dengan anion bikarbonat, karbohidrat dan bila ada dengan sulfat. Tetapi karena hanya Ca dan Mg yang biasa terdapat dalam peairan alami dalam jumlah yang ralatif besar, sedangkan ion-ion logam lainnya ada dalam jumlah yang sedikit (dapat diabaikan). Maka biasanya kesadahan dapat dianggap hanya menggambarkan kandungan kalsium dan magnesium yang terlarut dalam air.
2.2.5    Alkalinitas
     Alkalinitas adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan jumlah ion karbonat dan bikarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada perairan tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam, atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH. Perairan.mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3 (Effendi, 2003).
     Air dengan alkalinitas tinggi jarang dijumpai dalam akuakultur, penggunaan kolam semen baru memang akan menyebabkan pH meningkat, sehingga untuk pengoprasian kolam semen diperlukan tindakan pengisian air dan pengurasan berulang-ulang sebelum kolam semen siap digunakan untuk budidaya. Lanjut dikatakan bahwa pemberian kapur atau atau aliran air yang tidak baik setelah pemberian kapur dapat berakibat alkalinitas air tinggi dan dapat bersifat fatal terhadap ikan (Irianto, 2005). Alkali ialah zat yang melepaskan ion hidroksil dalam air dan mempunyai pH lebih besar dari 7, antara lain kapur (kalsium hidroksil) yang ditambahkan pada tanah untuk menetralkan sifat asam yang berlebihan (McCahill, 1994).
2.2.6    Ammonia
            Ammonia merupakan perombakan senyawa nitrogen oleh senyawa organic renik yang dilakukan pada perairan anaerob. Di dalam ammonia mempunyai dua bentuk senyawa yaitu senyawa ammonia bukan ion (NH3) dan berupa ion ammonium (NH4) (Gusrinah, 2008).
            Dalam kaitannya dengan usaha pembenihan ikan laut, NH3 akan dapat meracuni ikan sedangkan NH4+ tidak berbahaya kecuali dalam konsentrasi sangat tinggi.  Konsentrasi NH3 yang tinggi biasanya terjadi setelah fitoplankton mati kemudian diikuti dengan penurunan pH air disebabkan konsentarsi CO2 meningkat. Batas pengaruh yang mematikan ikan apabila konsentarsi NH3 pada perairan tidak lebih dari 1 ppm karena dapat menghambat daya serap hemoglobin darah terhadap oksigen dan ikan akan mati kartena sesak napas.
Perombakan senyawa nitrogen pada perairan aerob akan menghasilkan senyawa nitrat yang dapat diserap oleh organisme nabati sampai menjadi senyawa organik berupa protein (Gusrinah, 2008).
2.2.7     Asam Sulfida (H2S)
            Asam sulfida merupakan hasil perombakan yang belum sempurna dari  bahan organik yang mengandung sulfur akibat perairan yang anaerob. Hasil perombakan tersebut dapat memperbesar pengurangan oksigen terlarut dan menimbulkan bau busuk (Gusrinah, 2008).
            Senyawa sulfur organik di perairan berasal dari buangan limbah industri dan limbah rumah tangga atau ada kalanya lahan yang mempunyai kandungan sulfida seperti daerah pertambangan batu bara. Konsentarsi maksimal asam sulfida yang tidak membahayakan kehidupan ikan adalah 1 mg/liter (Gusrinah, 2008).
2.2.8    Salinitas
            Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup. Salinitas ditentukan berdasarkan banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Salinitas dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan (evaporasi) yang terjadi suatu daerah. Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan menjadi Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Ctenohaline) dan Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar .(Euryhaline). Golongan ikan laut merupakan golongan Ctenohaline yang hanya mampu hidup di perairan dengan salinitas > 30 o/oo . Umumnya salinitas air laut relatif stabil kecuali pada muara-muara sungai dimana tempat pertemuan air tawar dan air laut.

Brotowidjoyo (1995), reproduksi pada ikan dipengaruhi oleh kadar air, air juga mempengaruhi distribusi dan lama hidup ikan serta orientasi migrasi. Kadar garam yang terkandung dalam air dapat juga mempengaruhi regulasi osmotik dan menentukan banyaknya telur-telur ikan dalam kolam budidaya atau mempengaruhi reproduksi ikan.

1 komentar: